Pertama kalinya, pabrikan MAKA Motors memberikan kesempatan untuk kami melakukan review produknya, MAKA Cavalry 2025.
MAKA Motors mungkin nama yang masih asing bagi pasar kendaraan roda dua di Indonesia. Namun nama ini patut dipertimbangkan kalau sedang berniat untuk beli motor. Khususnya motor listrik.
Tapi mereka juga tidak sembarangan menghasilkan Cavalry yang Anda lihat di sini. MAKA Motors didirikan oleh dua anak muda asli Indonesia yang mengklaim mereka adalah ‘bikers’. Perusahaan ini juga diisi seluruhnya oleh tenaga ahli asal Indonesia.
Kedua, diakui oleh mereka sendiri, perlu waktu tiga tahun untuk menghasilkan rangka double cradle yang digunakan oleh Cavalry. Pengembangannya berdasarkan masukan dari kalangan umum. Tidak sekedar menjiplak pabrikan lain.
Saat peluncuran brand MAKA Motors di Senayan Jakarta, beberapa waktu lalu Arief Fadillah, Chief Technical Officer (CTO) MAKA mengatakan, mereka bertanya kepada driver ojek online, pengguna motor harian, hingga siapa saja yang kebetulan lewat di depan mereka.
Hasilnya adalah MAKA Cavalry, motor listrik bertenaga 12 hp dan bertorsi 242 Nm, yang dijual dengan harga Rp 35.850.000 (OTR Jakarta). Tidak kalah menarik, tagline yang berbunyi ‘Motor Paling Enak.’ Terdengar sangat percaya diri dan kami sempat skeptis.
MAKA Cavalry adalah skuter listrik berukuran panjang 1.922 mm, lebar 731 mm dan tingginya 1.173 mm. Jarak sumbu rodanya 1.345 mm.
Angka ini cukup masuk akal untuk sebuah motor yang akan digunakan harian. Apalagi tinggi joknya juga tidak merepotkan yaitu 770 mm, dengan ground clearance diklaim 140 mm.
Bagi kami yang tingginya 165 cm. Ini ukuran yang cukup nyaman dan tidak merepotkan.
Desain & Rekayasa
Di balik dimensinya, MAKA Cavalry menggunakan rangka tubular model double cradle. Dengan rangka ini, mereka mampu menciptakan ruang yang luas untuk menempatkan baterai, sekaligus bagasi yang dikatakan memuat hingga 20 liter barang.
Sebagai motivator, digunakan penggerak listrik yang menempel di roda belakang. Jujur, sebelum melihat Cavalry, kami bukan penggemar motor listrik yang dinamo geraknya menempel di pelek.
Menurut selera pribadi, kehadiran dinamo berbentuk piring ini mengganggu estetika dan kedua, merepotkan saat harus bongkar pasang ban.
Faktor kedua itu memang tidak perlu dibantah. Tapi soal estetika, tim desain MAKA sukses membuat ‘piring dinamo’ tadi menyatu apik dengan bentuk motor keseluruhan. Dari sebelah kanan, tertutupi oleh disk brake belakang dan cover lengan ayun. Dari kiri, tertutup dudukan spakbor dan swing arm.
Lebih penting lagi, apa yang ada di motor ini adalah aslli hasil guratan orang Indonesia. Meskipun pembuatannya harus dilakukan di luar negeri.
Contoh paling signifikan adalah baterai 4 kWh yang memberikan jarak tempuh hingga 160 km (klaim). Dinamai baterai Intercellar, didesain dan dipatenkan oleh MAKA Motors, namun pembuatannya terpaksa di luar negeri karena di sini belum ada yang bisa.
Kedua, komputer pengendali (controller) Osiris. Software ini dibuat oleh MAKA dan sudah dipatenkan. Kemampuan dan fitur motor diatur oleh Osiris mulai dari mendeteksi bukaan grip akselerator, mengatur dua mode berkendara yaitu Hi-regen dan Hi-torque. Rasanya bisa Anda simak di bawah.
Dan yang terakhir, penggerak listrik di pelek tadi. Namanya Revium. Mampu memberikan kecepatan puncak 105 km/jam, 0-60 km/jam dalam 4,8 detik dan bisa mendorong motor melewati tanjakan dengan kemiringan 30 derajat.
Terdengar mengagumkan?
Impresi Berkendara
Kami mencoba motor ini dari jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan, menuju kawasan Bukit Pelangi di Bogor. Jarak yang ditempuh (pergi-pulang) sekitar 160 km, dengan kondisi jalan dan lalu lintas yang beragam.
Tapi jarak itu cukup untuk memberikan impresi bahwa MAKA Cavalry memang layak untuk dipertimbangkan dengan serius. Kami yang tidak punya niat sama sekali untuk punya motor listrik pun, bisa tergelitik untuk bertanya, “Cicilannya berapa, ya?”
Mode berkendara Hi-Torque memberikan akselerasi yang luar biasa menyenangkan. Bahkan untuk mengarungi kepadatan lalu lintas yang tidak ramah.
Respon motor listrik terhadap pergerakan tangan di grip akselerator terasa linear dan sangat mudah dipahami. Bahkan saat harus merayap sekalipun, controller Osiris seperti paham apa yang sedang dihadapi oleh rider-nya. Buka sedikit throttle untuk bergerak merayap, segalanya terasa halus, presisi. Tidak mengakibatkan lonjakan atau sentakan dan mengakibatkan keseimbangan ‘bergoyang’.
Kinerja saat berjalan pelan ini menarik perhatian kami dan bertanya kepada Arief Fadillah. Menurutnya, ini karena bukaan gas dibaca oleh sensor dan tidak menggunakan potensio seperti kebanyakan motor listrik.
Sinyal dari sensor, diolah oleh Osiris dan memerintahkan motor listrik untuk bergerak permintaan pengendara.
Putar habis grip gas, maka Cavalry akan paham apa yang diminta dan memberikan performa yang dibutuhkan. Tapi patut diingat, ada 242 Nm di roda belakang, yang akan langsung memutarkan roda. Jadi siapkan diri Anda.
Untuk bermanuver, ban Maxxis bawaan yang berukuran 110/80 di depan dan 130/70 memberikan grip yang cukup baik. Dipadukan dengan suspensi teleskopik di depan dan sepasang shockbreaker adjustable di belakang.
Meskipun, kami merasakan kaki depannya agak terlalu empuk, sedangkan yang belakang agak keras. Ini terasa saat melibas jalanan bergelombang saat lurus, bagian belakang kadang terasa menendang balik dengan signifikan.
Bertolak Belakang
Dalam mode Hi-Regen, ini cukup bertolak belakang sehingga kami merasa, harusnya ada mode yang menjembatani keduanya.
Sesuai namanya, mode ini akan memberikan pengereman regeneratif, yang membuat energi deselerasi diolah menjadi energi listrik yang disimpan di baterai. Sangat berguna saat baterai sudah mendekati kritis.
Kami mencoba mode ini saat arah pulang dengan medan yang menurun. Baterai dengan tingkat keterisian 83 persen, bertambah menjadi 84 persen.
Namun, saat di jalan datar dan memerlukan akselerasi, sensor di putaran gas tadi akan melakukan penundaan reaksi. Saat grip diputar lebih dalam, baru motor listriknya bereaksi. Itu pun dengan lebih halus.
Wajar, sekali lagi, ini adalah mode berkendara yang hemat. Namun ‘gap’ rasa berkendara antara mode Hi-Torque dan Hi-Regen yang terlalu jauh, memerlukan pembiasaan yang lebih lama.
Kesimpulan
MAKA Cavalry hadir dengan tagline ‘Motor Paling Enak’. Jujur memang enak, di kondisi tertentu. Seperti saat menggunakan mode Hi-Torque dimana segalanya terasa ringan, predictable, dan halus.
Secara kualitas berkendara, Cavalry bisa diadu dengan motor-motor listrik sekelasnya dan layak masuk radar pertimbangan kalau sedang mencari motor listrik.
Di luar itu, kami harus angkat topi untuk para engineer Indonesia yang menggarap Cavalry. Mereka melakukan segalanya secara detail. Kalau kami jabarkan di tulisan ini, akan jadi sangat panjang. Yang bisa kami contohkan seperti tadi, sensor untuk bukaan throttle. Biasanya, ini hanya berlaku untuk motor-motor premium.
Jujur saja, kami jadi menaruh harapan besar untuk MAKA Motors, meskipun mereka adalah ‘anak baru’, setelah melakukan review Maka Cavalry ini. Apalagi mereka cukup serius menggarap pasar di Indonesia dengan mendirikan pabrik sendiri dan punya paket layanan purna jual yang lengkap. Ditambah saat ini mereka sedang mempertimbangkan dengan serius untuk melakukan ekspor.