Seperti yang pernah kami tulis, Bugatti dan Suzuki punya ikatan yang erat di masa lalu. Tepatnya saat Romano Artioli memegang kendali pabrikan Prancis-Italia itu. Hal tersebut melahirkan proyek baru bernama Project Espresso
Artioli yang merupakan pengusaha kawakan, pemilik jaringan dealer Ferrari terbesar di Eropa dan punya hak distribusi Suzuki di Italia. Saat ia mendirikan Bugatti Automobili pada 1987, perusahaan ini bukan hanya menghidupkan kembali merek legendaris, tapi sempat (hampir) berkontribusi untuk Suzuki.
Diawali dari niat Artioli untuk menjual sports car mungil Suzuki Cappuccino di kawasan Eropa, terutama Italia. Namun gagal karena Kei Car itu tidak bisa memenuhi regulasi keselamatan setempat.
Jegal Mazda MX-5
Tahun 1992, Ia lantas memerintahkan tim desain di Bugatti Automobili untuk mendesain sebuah sports car kecil bermesin tengah yang bisa dimuati penggerak milik Capuccino. Proyek ini yang dinamai Project Espresso (tidak ada hubungannya dengan Espresso yang ada sekarang).
Tujuannya satu, menjual mobil sport Suzuki berukuran ringkas, ringan dan bisa bersaing dengan Mazda MX-5, yang saat itu baru dua tahun beredar di pasar dunia. Proyek ini tentunya sudah mendapatkan restu dari Suzuki.
Tim desain juga tidak main-main. Isinya adalah orang-orang baru saja kelar membuat Bugatti EB110. Saat itu, mereka juga seacara bersamaan sedang mengerjakan sedan EB112. Ada Simon Wood, Project Manager yang dibajak dari Lotus. Ada juga Steeve Bernard Heyd, desainer handal yang mengerjakan mobil-mobil Touring Superleggera.
Mereka kemudian keluar dengan desain mobil beratap T-top (atap keras yang bisa dilepas sebagian). Guratannya terlihat jelas dibuat oleh Bugatti karena beberapa bagian sepertinya terinspirasi dari EB110. Siluet lampu depan, garis body dari hadapan spakbor depan hingga ke lampu belakang, mirip EB110.
Ongkos Produksi
Salah satu yang wajib jadi pertimbangan adalah biaya produksi, yang pasti akan berpengaruh terhadap harga jual. Artioli dan tim desainnya mencoba berbagai material untuk menekan harga. Mulai dari rangka tubular hingga penggunaan lantai berbahan komposit. Bahkan sempat dipertimbangkan memakai rangka Suzuki Every!
Body wajib berbahan ringan demi mengejar rasio bobot-tenaga. Bukan mau gaya, tapi mesin Capuccino yang berkapasitas 667 cc hanya bertenaga 68 hp. Makanya sejak awal dipastikan body akan pakai bahan fiberglass. Sempat juga dipertimbangkan kalau dibuat tanpa atap dan pintu.
Kelar urusan desain, Project Espresso menjalani uji tabrak. Kami tidak menemukan apakah mobil ini berhasil atau tidak di pengujian tersebut. Tapi Artioli kehilangan ‘selera’ untuk meneruskan project ini.
Dikutip dari Motor.es, sepertinya ia melihat tidak ada untungnya membuat sportscar kecil. Ada juga yang bilang, di saat Artioli merancang mobil tersebut, Suzuki juga menggarap Capuccino supaya bisa dijual di Eropa. Dan memang Capuccino sempat beredar sebentar di Inggris sebelum regulasi emisi berubah lebih ketat tahun 1995.
Tapi kami merasa sejak pengusaha sukses itu mengambil alih Lotus di tahun 1993, ia lebih fokus di merek Inggris ini. Toh di Lotus, Artioli bisa lebih bebas bereksplorasi karena memang ahlinya mobil kencang dan ringan. Di masanya, Lotus mengeluarkan Elise, sportscar compact dengan bobot kurang dari 800 kg.
Sumber: Motor.es