Guna meningkatkan iklim investasi di sektor industri manufaktur mobil listrik berbasis baterai di Tanah Air, pemerintah berencana akan menyetop insentif mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) impor dalam bentuk utuh (completely built up/CBU).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan kembali kewajiban produsen otomotif penerima insentif impor kendaraan listrik (BEV) untuk memenuhi aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Kewajiban ini berlaku setelah masa impor dalam bentuk CBU berakhir pada 31 Desember 2025.
Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen yang telah menikmati fasilitas bebas Bea Masuk dan PPnBM diwajibkan memproduksi mobil listrik di Indonesia. Jumlah produksi tersebut harus setara dengan kuota impor CBU yang pernah diterima (1:1) dan memenuhi syarat ketentuan TKDN yang ditetapkan.
Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 juncto Nomor 1 tahun 2024.
Berdasarkan aturan itu, impor BEV CBU dalam rangka tes pasar dengan komitmen investasi mendapatkan insentif bea masuk (BM) 0% dari tarif normal 50% dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 0% dari 15%. Dengan demikian, BEV impor cukup bayar pajak 12% dari seharusnya 77%. Diskon pajaknya cukup besar yakni mencapai 65%.
Insentif sudah mulai berjalan sejak Februari 2025, dengan batas waktu permohonan insentif hingga 31 Maret 2025. Jangka waktu pemberian insentif BEV impor berakhir pada 31 Desember 2025 mendatang.
TKDN Jadi Syarat Insentif
Untuk periode tahun 2024-2026, pemerintah menetapkan batas minimum TKDN BEV yang bisa mendapatkan insentif yakni 40%. Pada 2027-2028, batas minimum TKDN yang harus dipenuhi ditingkatkan menjadi 60%.
Merujuk ketentuan ini, hanya BEV skema produksi dengan TKDN sesuai persyaratan saja yang bisa mendapatkan insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 10%. Dengan demikian konsumen nantinya cukup membayar PPN sebesar 2%.
Dengan demikian, pada 2026, para pemain BEV harus mulai menjalankan produksi secara lokal dengan skema completely knock down (CKD), dan levelnya meningkat menjadi skema incompletely knock down (IKD) pada tahun 2030 untuk memenuhi syarat TKDN yang ditetapkan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), peserta skema investasi CBU dengan komitmen investasi adalah BYD, Aion, Maxus, Vinfast, Geely, Citroen, VW, Xpeng, dan Ora. Lalu, peserta skema produksi sesuai TKDN antara lain Wuling, Chery, Aion, Hyundai, MG, dan Citroen.
Selain insentif pajak, BEV impor maupun produksi dalam negeri mendapatkan insentif bebas bea masuk kendaraan bermotor (BBNKB) dan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang dipungut pemerintah daerah.
Produsen Mengalami Dilema
Dari sisi produsen, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengakui, insentif BEV impor dirasakan memiliki dampak positif. Minat masyarakat terhadap mobil listrik mulai meningkat. Namun dari sisi produsen, masuknya BEV impor yang mulai membanjiri pasar otomotof Indonesia secaea perlahan menekan kinerja industri manufaktur otomotif (mobil) yang sudah lama berjalan.
Gaikindo mencatat, di tahun 2025 ini utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55% seiring turunnya angka penjualan mobil domestik. Kinerja industri komponen pun terganggu, bahkan beberapa perusahaan pemasok komponen sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pada titik ini, harus ada kebijakan untuk menciptakan keseimbangan industri otomotif. Intinya, insentif yang dirilis harus menggerakkan semua segmen otomotif. Mulai dari ICE, HEV, BEV, hingga industri komponen.
Hal senada diungkap sejumlah pengamat dari akademisi yang menyetujui insentif BEV impor diakhiri. Alasannya, insentif BEV impor mendistorsi kinerja produsen BEV yang sudah membangun industri di Indonesia.
Selain itu, nilai tambah dari pemberian insentif BEV terhadap ekonomi juga rendah, karena hanya menyentuh pada sektor perdagangan, bukan industri. Yang selama ini menghasilkan nilai tambah cukup tinggi terhadap perekonomian nasional justru dari sektor manufaktur kendaraan.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono menegaskan, sampai saat ini belum ada rapat koordinasi antar kementerian terkait adanya kelanjutan insentif BEV impor.
“Artinya, bisa kita bilang insentif BEV impor akan berakhir pada akhir 2025, sesuai regulasi yang ada,” ujar Tunggul dalam diskusi bertajuk Polemik Insentif BEV Impor yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Saat ini telah ada enam perusahaan peserta program insentif BEV impor dengan total rencana penambahan investasi sebesar Rp 15 triliun dan rencana penambahan kapasitas produksi sebesar 305 ribu unit.
Dari enam perusahaan tersebut, dua perusahaan melakukan kerja sama perakitan dengan assembler lokal, yakni PT Geely Motor indonesia dan PT Era Industri Otomotif. Dua perusahaan melakukan perluasan kapasitas produksi, yakni PT National Assemblers dan PT Inchcape Indomobil Energi baru. Sedangkan dua perusahaan lainnya yang akan membangun pabrik baru, yakni PT BYD Auto Indonesia dan PT Vinfast Automobile Indonesia.
Selama beberapa tahun terakhir, program percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia mulai terlihat hasilnya. Populasi kendaraan jenis ini setiap tahun meningkat. Pada tahun 2024, total populasi kendaraan kistrik mencapai 207 ribu unit, meningkat sebesar 78% dari tahun 2023 yang tercatat sebanyak 116 ribu unit.
Pertumbuhan pangsa pasar kendaraan hybrid electric vehicle (HEV) dan BEV telah meningkat secara signifikan. Perinciannya, pangsa pasar HEV naik dari 0,28% pada 2021 menjadi 7,62% pada Juli 2025. BEV justru melonjak dari 0,08% menjadi 9,7% pada periode yang sama.
Akan tetapi, pangsa pasar kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) atau mesin bermotor bakar mengalami penurunan dari 99,64% pada 2021 menjadi 82,2% pada Januari-Juli 2025.
Ada sebagian pendapat yang mengatakan jika saat ini terjadi pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun di sisi lain, kondisi ekonomi nasional yang sedang membuat daya beli masyarakat jadi lesu darah ditambah lagi dengan tingginya pajak mobil di luar BEV tak dapat dipungkiri berimbas pada turunnya capaian angka penjualan kendaraan.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara yang menuturkan, penjualan mobil domestik turun menjadi 865 ribu unit pada 2024 dibandingkan tahun 2014 sebanyak 1,2 juta unit. Penuruan pun berlanjut pada tahun ini, di mana per Juli lalu, penjualan mobil turun 10% menjadi 453 ribu unit.
Transisi menuju moda transportasi rendah emisi di Indonesia sedang berjalan. Namun masih ada dilema yang dihadapi para pelaku industri otomotif di Tanah Air. Harus ada rasa berkeadilan terutama dalam hal pajak antara segmen BEV dan kendaraan non BEV, terutama jenis kendaraan bermesin motor bakar (ICE).
Pemerintah harus memperhatikan industri manufaktur otomotif yang sudah ada. Perlu adanya rumusan kebijakan yang dapat mengakomodir serta mendukung industri otomotif, baik produksi ICE, HEV, maupun BEV agar selaras dan dapat tumbuh secara beriringan tanpa ada ketimpangan.