Padatnya lalu lintas di Jakarta seperti tidak pernah ada ‘obatnya’. Terlebih lagi tingkat polusi udara yang turut meningkat, dari hari ke hari. Ketua Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta, Ismail, mengusulkan diadakannya pembatasan usia kendaraan sebagai upaya untuk mengatasi kedua masalah tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pembatasan usia kendaraan bisa menjadi opsi lain dari kebijakan pembatasan kendaraan pribadi, sesuai Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bagian kewenangan khusus perhubungan.
“Kebijakan itu ujung-ujungnya mengurangi jumlah kendaraan yang beredar berdasarkan usia kendaraan. Nanti puncaknya adalah mengurangi emisi kendaraan,” ujarnya.
Ia mencontohkan, beberapa negara lain sudah menerapkan pembatasan terkait mobilisasi kendaraan yang tidak layak berdasarkan emisi gas buang. Salah satunya yaitu Singapura, pembatasan usia kendaraannya diatur lewat Certificate of Entitlement (COE), yang menunjukan kepemilikan kendaraan dan batas waktu penggunaannya selama 10 tahun.
Meski begitu, Ismail menyadari tujuan dari pembatasan kendaraan pribadi yaitu agar terciptanya satu lingkungan yang lebih baik. Terutama untuk kualitas udara dan kondisi lalu lintas.
Namun, usulan tersebut tentu amat diperlukan kaji yang sangat matang. Sebab, jika pembatasan kendaraan pribadi diterapkan, maka berpotensi berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak kendaraan bermotor, yang merupakan salah satu kontributor penyumbang pajak terbesar.
“Jadi ini harus imbang. Satu sisi kita ingin ciptakan lingkungan yang baik, tapi sisi yang lain jangan sampai menimbulkan adanya potensi berkurangnya PAD,” tutur Ismail.
Kalau peredaran jumlah kendaraan ‘expired’ di Jakarta dibatasi, lantas bagaimana nasibnya di masa depan dan mau disingkirkan ke mana?
Perlu dicatat pula, masih banyak kendaraan pribadi di Jakarta yang berusia lebih dari 10 tahun. Tidak sedikit pula yang sudah melakukan uji emisi gas buang, dan terbukti lulus.
Sumber: DPRD PRovinsi DKI Jakarta