BMW 220i Coupe M Sport, coupe entry level yang berusaha keras untuk meraih hati penggemarnya. Berhasil?
Apa yang ada di hadapan kami adalah dilema. Ini mobil antik entry level di keluarganya, bernama BMW 220i Coupe yang harganya lebih dari Rp 1 miliar. Dilema karena harapan kami akan jatuh cinta lagi sama BMW sudah berhenti sejak era E46 (BMW 3-Series) dan seangkatannya. Setelah Chris Bangle memperkenalkan E65, pupus sudah rasa itu.
Kemudian kantor Motomobi yang sederhana ini disuguhi BMW 220i Coupe, dengan warna ungu gelap yang menggoda. Kami tidak pernah paham dengan BMW baru. Bagi kami BMW adalah Seri 3, 5, 7. Titik. Silahkan sebut kami old school, tua, pro status quo, dan sebagainya. Tapi preferensi pribadi kami begitu.
Tapi karena ini adalah tugas, ya sudah, bokong ini akhirnya duduk juga di bangku mobil coupe dua pintu yang rendah. Dengan usaha keras untuk menggeser ego pribadi serta mengeluarkan profesionalisme jurnalis otomotif. Berhasil?
Interior
Untuk menjawab berhasil atau tidak, perlu waktu. Tapi tidak perlu lama untuk paham ini interior BMW modern. Tapi yang membuat terkejut adalah segalanya mudah dipahami di mobil ini. Layar multimedia touch screen gampang dioperasikan karena fiturnya dipangkas. Tidak ada gesture control namun informasinya lengkap. Kenop iDrive juga serupa demikian. Meski kami agak kecewa dengan tombol-tombol plastik di sekitaran kenop itu. Rasanya kurang BMW.
Karena ini adalah 220i Coupe dengan trim M Sport, ada banyak hal yang menegaskan hal itu. Material jok kulit terasa berkualitas dengan imbuhan tab merah, biru dan biru muda. Tidak lupa, ambient light di pintu dengan trio warna tadi yang menyala. Dan ternyata tidak terlalu berlebihan juga.
Ini mobil sport, posisi duduk pasti rendah. Akan aneh kalau duduknya tinggi. Kompensasinya adalah untuk duduk perlu usaha lebih. Jok belakang hanya menampung dua orang. Anda paksakan tiga, yang duduk di tengah akan tersiksa. Karena di situ bukan jok. Akses ke baris belakang, meski minimalis, cukup mudah cukup tarik tuas sandaran kursi depan, maka joknya akan bergeser maju.
Stir berlogo M memiliki tombol-tombol yang lagi-lagi mudah dipahami. Tersedia untuk pengaturan multimedia dan cruise control. Satu hal yang kami sayangkan adalah absennya Adaptive Cruise Control (ACC). Memang ini statusnya entry level untuk deretan coupe Seri-2, tapi dengan harga diatas Rp 1 Milyar, cukup disayangkan. Hal lainnya sukses membuat kami suka dengan interior ini.
Eksterior
‘Perlu pemahaman’ lagi-lagi adalah satu hal yang kami harus ungkapkan. Bukan karena bentuk mobil ini aneh, tapi karena bentuknya lebih konservatif. Untuk memahami, latar belakangnya adalah, kami agak bingung dengan tim desain BMW yang dipimpin oleh Damagoj Dukej.
Ia jadi sasaran caci maki dari die hard fans BMW berkat desain grill pada M3 dan M4, Seri-4, iX, i4. Persis seperti Chris Bangle saat ia memperkenalkan BMW 7-Series E65 dengan bokongnya yang unik. Dan mendatangkan julukan Bangle’s Butt (bokongnya Bangle). Juga saat ia memperkenalkan BMW X5.
Namun seiring berjalannya waktu (untuk kami perlu lebih lama) pasar mulai melunak. Bukan karena suka, tapi karena biasa melihat. Grill ‘tonggos’ juga begitu. Dukej Cs, tidak bergeming biar dicaci seperti apapun dan akhirnya semua jadi terbiasa.
Tapi tiba-tiba muncul 220i Coupe yang desainnya lebih konvensional. Perhatikan parasnya. Ada yang istimewa karena susah dipahami atau malah memukau? Tidak ada. Semuanya pas. Dan itu malah jadi bikin menarik. Kami suka bentuk begini.
Kidney grill kembali ke bentuk semula. Mirip seperti coupe klasik 507 atau mungkin Z4 lama?. Kap mesin yang panjang serta tekukan garis aerodinamika body yang tegas membuat mobil ini gagah dan tidak norak.
Imbuhan aksesoris body kit di sekeliling tubuh seperti menyuarakan kemampuan berlari mobil ini. Meski tidak menggunakan mesin besar. Ditambah pelek M berukuran 18 inci yang enak dilihat menjadi kakinya. Makin menarik perhatian penyuka mobil di jalanan.
Pengendaraan & Pengendalian
Ini yang penting. Tapi kami harus informasikan dulu bahwa mobil ini adalah gerak roda belakang. Jangan samakan dengan Seri-2 lain yang berformat pintu lebih banyak. Itu gerak roda depan. Makanya, rasa berkendaranya berbeda.
220i Coupe terasa lebih sporty dengan peredaman yang keras. Layaknya sebuah mobil sport. Kalau terlalu empuk, kami akan bertanya-tanya. Kompensasinya, di kecepatan tinggi terasa meyakinkan, dan melelahkan kalau melewati jalanan keriting di kecepatan rendah. Sayang, kekerasan peredaman ini tidak bisa diatur. Meski BMW menyediakan beberapa mode berkendara.
Bicara berkendara, ini salah satu mobil terbaik yang pernah kami coba. Terasa betul mobil menapak dengan yakin di berbagai permukaan jalanan aspal atau beton. Ban 225/45 di depan dan 255/40 di buritan memberikan cengkraman yang meyakinkan. Bahkan disaat jalanan basah setelah diguyur hujan. Pergerakan kemudinya terasa linear dan berisi untuk melakukan manuver di berbagai tingkat kecepatan.
Lontaran tenaga mesin empat silinder turbo yang diusung terasa berisi di setiap putaran. Torsinya sudah mulai memuncak sejak 1.300-an rpm hingga ke 4.000 rpm. Tenaganya 181 hp pada 6.500 rpm. Penghantarannya halus saat berada pada mode Normal. Mungkin terlalu halus untuk sebuah sports car. Minimnya suara mesin juga agak kurang mengurangi sensasi mengendarai mobil sport. Tapi kami tidak akan mengeluhkan hal itu.
Pada mode Sport, terasa karakter aslinya keluar. Transmisi dengan instan merespon setiap injakan pedal dengan akurat dan instan. Sesuatu yang biasa terjadi pada BMW modern dengan transmisi 8-speed otomatis dengan torque converter. Sekali lagi, meski memang begini seharusnya sebuah BMW, kami masih tetap merasakan kesenangan berkendara yang maksimal. 0-100 km/jam dicapai hanya dalam masa 7,7 detik. Satu hal lagi yang harus disampaikan adalah, meski dalam mode yang lebih agresif, mobil ini tidak liar meski dorongannya sangat terasa.
Sebagus itu? Tentu ada kekurangannya. Ini terjadi justru di kondisi stop and go saat jalanan padat merayap menyayat hati. Rem terlalu sensitif sehingga proses berhenti kurang nyaman. Transmisi juga seperti kebingungan. Namun itu hanya terjadi kalau situasinya serba tanggung.
Kesimpulan
Saat mengemudikan 220i, tercetus pemikiran, ini mobil yang pas sebetulnya. Asalkan Anda tidak membandingkannya dengan mobil keluarga. Dimensi compact dengan panjang 4.537 mm, lebar 1.838 mm. Enak untuk berkelit di perkotaan. Dikombinasikan dengan lontaran tenaga yang meyakinkan, Anda akan percaya diri mengendarai mobil ini.
Belum lagi bentuk mobil sport dengan dua pintu selalu menarik perhatian. Dan tidak lupa fitur dan kelengkapan yang menyertainya. Memang, ada beberapa hal yang cukup disayangkan karena tidak ada. Adaptive Cruise Control contohnya. Namun apakah absennya fitur itu bisa ditoleransi? Untuk sebagian mungkin bisa. Bagi kami, dengan harga mobil sekitar Rp 1,268 milyar, agak sulit menerimanya.
Indra A