Mobil Listrik, ‘Berkelanjutan’ Dari Sisi Energi Global Atau Eksploitasi Isi Perut Bumi?

15 December 2022 | 1:08 pm | Rizky Dermawan

Kompetisi antar pabrikan otomotif kini mulai bergeser ke teknologi mobil listrik yang digadang sebagai solusi ramah lingkungan. Bahkan mobil listrik turut melibatkan kebijakan politik global, salah satunya yakni kebijakan bebas emisi gas buang kendaraan yang dicanangkan oleh Dewan Uni Eropa.

Pemerintah Amerika Serikat dan sejumlah negara anggota Uni Eropa, kian gencar mendorong konsumen untuk beralih ke mobil bertenaga listrik. Yang bebas emisi dan digadang lebih ramah lingkungan.

Demikian pula dengan sejumlah raksasa industri otomotif yang gencar mempromosikan teknologi mobil listrik termutakhir mereka. Kendati harganya tidak murah, bahkan jauh lebih mahal dari mobil konvensional.

Teknologi mesin konvensional secara perlahan dilucuti eksistensinya hingga akhirnya pada tahun 2035 sebagian besar pabrikan otomotif dunia hanya memproduksi mobil penyedot listrik baterai.

Eksploitasi Dari Migas Merambah Ke Tambang Mineral

Lantas, dari mana sumber bahan baku pembuat baterai dan komponen elektronik pada mobil listrik? Ya, tetap saja dari bahan tambang mineral kan…

Eksploitasi tambang mineral seperti lithium dan cobalt sebagai bahan baku utama baterai mobil listrik akan kian gencar. Bahkan bisa lebih brutal daripada ekploitasi ladang migas. Belum lagi tambang metal lain seperti emas, perak, tembaga dan germanium yang juga menjadi bahan baku pembuat komponen semikonduktor elektronik serta motor listrik.

Baca juga :  Tidak Sampai Semalam, Rivian Kebanjiran Order Buat Model R2

Sementara di sisi lain, industri elektronika seperti ponsel dan semikonduktor non otomotif juga menggunakan bahan baku yang sama. Sumber daya yang berasal dari pembangkit tenaga listrik saat ini sebagian masih mengandalkan batu bara, gas alam dan uranium.

Jadi, teknologi mobil listrik sejatinya hanyalah mengalihkan, atau mungkin lebih tepatnya merambah pada eksploitasi komoditi tambang dari migas ke mineral. Lantas, esensi dari ‘sustainability’ ada pada sisi yang mana? Energi atau mengeruk isi perut bumi?

Lithium, Mineral Paling Diburu Abad Ini

Salah satu tambang lithium terbesar dunia yang tengah jadi rebutan raksasa industri dunia ada di gurun gersang Atacama di wilayah utara Chile. Luas area 7.770 hektar!

Dari jutaan ton tanah yang dikeruk dan direndam di kolam raksasa yang nyaris seukuran waduk Jatiluhur selama berbulan-bulan, hanya diperoleh 6 persen konsentrat lithium. Tambang di Atacama memiliki kapasitas produksi 84.000 ton per tahun.

Ini baru satu contoh, dan masih banyak tambang lainnya di sejumlah negara kawasan Amerika Latin, Australia, Afrika dan juga Indonesia. Implikasi terhadap pencemaran lingkungan dan kerusakan alam, silahkan Anda bayangkan.

Kita lihat akan seperti apa jadinya saat program bebas emisi ‘Langit Biru’ dan kendaraan listrik diterapkan di muka bumi secara penuh pada tahun 2035-2040 mendatang. Apakah teknologi elektrifikasi otomotif di dunia memang benar-benar murni untuk mengurangi ketergantungan pada migas. Atau lebih pada ego para raksasa bisnis dan industrialis demi meraup keuntungan semata?

Baca juga :  Sang Maestro Desain Marcello Gandini Berpulang di Usia 85 Tahun

Kami berharap banyak pada kendaraan listrik yang bisa membuat udara lebih bersih. Tapi idealnya, udara bersih di seluruh planet Bumi. Bukan cuma di atas jalanan. Semoga saja teknologi bergerak lebih cepat, sehingga ada cara supaya apa yang kita keruk dan dimana pengerukan dilakukan, bisa sama-sama membuat sehat dan menguntungkan. 

5 2 votes
Article Rating

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x