Toyota, pabrikan mobil yang selalu ‘main aman’. Produknya selalu dianggap bisa diandalkan, jarang rusak, harganya relatif terjangkau. Makanya laku. Tahun 1967, mereka keluar dari zona nyaman dan sukses, dengan melahirkan Toyota 2000GT. Kemudian, puluhan tahun ‘adem lagi’, sebelum mereka melahirkan Lexus LFA.
Lexus LFA, supercar Jepang yang lahir dari pengembangan yang terlalu lama, sehingga saat muncul, mobilnya tidak banyak dibeli. Jadi mobil gagal? Justru tidak. LFA adalah bukti kalau Toyota (dan Lexus) mau bikin sesuatu yang beda, mereka bikin beda.
Untuk memahami latar belakang keterlambatan Lexus LFA, ada pengaruh budaya Jepang berjudul Kaizen. Intinya, ini adalah budaya untuk terus maju. Terus menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Kaizen tertanam betul di dalam budaya kerja Toyota. Kalau bisa bikin sesuatu jadi lebih baik, kerjakan.
Filosofi Kaizen itu pula yang membuat pabrikan Jepang ini mampu membuat mobil yang sukses. Produk mereka banyak yang pakai. Meskipun kadang mobilnya membosankan dan biasa saja.
Diawali Di Kedai Minuman
Kisah LFA dimulai saat menjelang akhir era 1990-an, dua pegawai Toyota pulang kerja. Dan seperti biasa, mampir dulu ke kedai minuman untuk ‘melepas stres’. Mereka adalah Haruhiko Tanahashi dan atasannya, Tetsuo Hattori. Tanahashi adalah engineer jempolan yang bertanggung jawab membangun Mark II, Celica dan Crown. Hattori yang juga insinyur hebat, bertanggung jawab mengawasi kinerja engineer di bawahnya. Termasuk Tanahashi.
Setelah sedikit basa-basi, Haruhiko kemudian mencurahkan isi hatinya. Ia bercita-cita untuk membangun sebuah mobil hebat. Mobil yang akan membanggakan bagi negaranya. Mobil yang kelak akan punya status legendaris.
Karena tidak mengharapkan apa-apa, Haruhiko kemudian diam saja. Tapi atasannya itu punya pikiran lain. Kurang lebih satu bulan kemudian, Tanahashi yang ingin segera mengerjakan idenya, diperintahkan untuk mengepalai sebuah proyek rahasia bernama P280. Misinya adalah membuat sportscar untuk menggantikan Toyota Supra.
Dimentahkan Begitu Saja
Di lintasan pengujian Toyota di Hokkaido, ia bersama timnya mengumpulkan Honda NSX dan Nissan 300ZX untuk menganalisa, apa sih hebatnya kedua mobil ini? Dan apa yang bisa ditingkatkan oleh Toyota.
Usai penelitian, salah satu atasannya mementahkan semua yang ia presentasikan. “Sudahlah, buat saja sportscar yang lebih mumpuni. Lebih dewasa. Sesuatu yang menarik perhatian di showroom dan suatu saat bisa dipajang dengan bangga di museum.” Dan ini untuk mengusung logo Lexus.
Tanahashi terhenyak. Kalau begitu, ini mobil tidak bisa sembarangan. Dalam bayangannya, harus bisa setara Ferrari F40. Harus punya top speed 320 km/jam. Mesinnya tidak bisa cuma V6, paling tidak V10. Ini bakal jadi supercar pertama Toyota dan Lexus. Dana pengembangan pasti tidak sedikit.
Didukung penuh oleh petinggi Toyota, Tanahashi mulai membentuk tim. Mobil yang jadi acuan bukan lagi Honda NSX, tapi McLaren F1. Tapi pria ini juga sadar, kemampuannya membangun mobil belum sehebat Gordon Murray. Untuk itu, ia minta bantuan mantan pembalap dan salah satu legenda Toyota, Hiromu Naruse.
Tidak Bisa Dibantah
Kalau Anda tidak tahu, Hiromu Naruse bergelar Master Test Driver di Toyota. Pengaruh bapak ini begitu besar dalam mengembangkan produk, sehingga kami yakin, kalau tidak ada beliau, Toyota Supra, Celica, Land Cruiser, Crown, Century atau produk Lexus tidak akan tercatat di buku sejarah otomotif dunia.
Ia juga satu-satunya orang yang berani menegur keras mantan Presiden Toyota, Akio Toyoda. Karena Akio tidak paham bagaimana menguji mobil. Tanpa makian itu, Toyoda mungkin tidak akan bisa ikut balapan dan mengembangkan produk macam GR Yaris atau GR Corolla. Ya, sehebat itu reputasi Naruse, sehingga tidak ada yang berani membantah.
Tentu, saat ditawari untuk ikut mengembangkan embrio LFA, Naruse tidak pikir panjang. Ini bisa jadi mobil macam 2000GT yang melesatkan nama Toyota di panggung dunia.
Keduanya lalu membuat poin-poin penting yang harus ada di mobil baru ini. Mulai dari bobot, performa hingga bentuk jok dan setir. Masalahnya, poin-poin yang mereka tulis, jadi tidak seperti membuat mobil Toyota. Ini seperti membuat McLaren F1.
Prediksi Para Akuntan
Karena dana yang diperlukan juga tidak main-main, otomatis para akuntan Toyota ikut memelototi proyek ini. Bahkan berusaha untuk menggagalkan. Untungnya, tim LFA punya sekutu kuat. Namanya Akio Toyoda, yang waktu itu masih menjabat BOD untuk mengurus operasional Toyota di China.
Ia adalah salah satu pendukung kuat proyek LFA. Bahkan Akio mendorong Tanahashi dan Naruse agar membuat mobil yang benar-benar unik, untuk Lexus. Dan karena Lexus lebih banyak dijual di pasar luar Jepang, rakyat setempat tidak familiar dengan merek tersebut.
Ini yang mendorong Akio untuk menjadikan LFA sebagai gebrakan di tanah airnya. Saat itu, para akuntan pasti sudah membayangkan seberapa besar kerugiannya. Dan mereka tidak salah.
Dirasuki Kaizen
Tahun 2005, dunia terpana dengan hadirnya mobil konsep LF-A dari Jepang. Ingat LF-A, belum jadi LFA. Mengejutkan, Toyota telah menciptakan calon supercar dengan segala terobosan, termasuk penggunaan alumunium di seluruh body.
Hari itu, Toyota mempersembahkan sesuatu yang sudah lama tidak keluar dari pabrik mereka. Sebuah produk yang menggugah, bukan Toyota yang biasa digunakan untuk mengantar anak ke sekolah.
Filosofi Kaizen lantas merasuki. Toyota melihat LF-A ini masih bisa dikembangkan lebih baik. Salah satu yang penting adalah penggunaan carbon fiber di berbagai tempat. Termasuk untuk monokoknya. Yamaha yang mengembangkan mesin, melakukan tuning agar suara bisa lebih indah didengar. Bahkan sampai ‘berani’ meminta untuk mendesain ulang kabin.
Bicara carbon fiber, Toyota tidak punya pengalaman saat itu. Makanya saat mobil konsepnya muncul, terbuat dari bahan yang mayoritas alumunium. Tanahashi kemudian didorong untuk menggunakan carbon fiber. Pabrikan lain perlu sepuluh tahun untuk paham membuat dan menggunakan material ringan juga kuat ini. Tanahashi cs hanya perlu satu tahun. Bukan main.
Dibawa Balapan Dulu
Akio Toyoda tidak mau asal menjual mobil baru. Ia mengujinya dulu, langsung di ajang balapan ketahanan di Nurburgring. Apakah boleh petinggi Toyota ikut balapan? Tentu tidak. Toyoda rela menyamar dengan nama Morizo dan sukses. Sekuat itu keyakinannya akan LFA. Untung mobilnya juga berhasil juara di kelasnya dan mampu bertarung di lintasan.
Lima tahun kemudian atau sepuluh tahun sejak proyek ini dimulai, tahun 2010 Lexus LFA lahir. Ya, selama itu pengembangannya. Mobil indah ini muncul dengan mesin 1LR-GUE yang seperti dikatakan tadi, digarap bersama dengan Yamaha. Konfigurasi V10, tapi dimensinya sebesar V8 dan lebih ringan dari V6. Menghasilkan 563 hp, dengan teriakannya yang menggugah siapapun yang mendengar.
Setiap unit dibuat menggunakan tangan manusia. Di balik kulitnya ada filosofi Kaizen yang benar-benar melekat. Segalanya dibuat dengan sempurna dan berfungsi untuk mendukung mobil memberikan kepuasan. Bahkan spion samping pun sampai didesain untuk mendukung aerodinamika, sebagai alat untuk mengalirkan angin ke saluran udara di sepatbor belakang.
Masalahnya, Lexus LFA terlambat muncul ke pasar supercar. Saat mobil yang penuh terobosan ini hadir, dunia sudah mulai terbiasa dengan apa yang ada di balik body LFA. Dianggap tidak ada yang istimewa.
Harganya mahal pula, US $300.000. Siapa yang mau beli Toyota harga segitu? Meskipun logonya Lexus. Ditambah lagi dua tahun sebelumnya hadir Nissan GT-R terbaru yang tidak kalah fenomenal dan lebih murah.
Lexus LFA tidak berkutik. Meski hanya dibuat 500 unit, tapi mereka kesulitan menjual mobil keren ini. Perlu dua tahun untuk menghabiskan stok yang jumlahnya terbatas.
Pendorong Untuk Toyota
Tapi apakah Toyoda, Tanahashi dan Naruse kecewa? Sama sekali tidak. Mereka telah membuktikan Toyota dan Lexus mampu membuat sesuatu yang fenomenal. Ketiga orang ini sukses mendorong Toyota untuk keluar dari pandangan awam kalau Toyota adalah pembuat mobil keluarga yang biasa saja. Pembuat mobil yang pernah punya mobil hebat dan lupa cara bikinnya lagi.
Usaha Toyota tidak main-main dalam membuatnya. Bahkan sampai harus kehilangan Master Test Driver Naruse yang meninggal dunia saat menguji LFA di jalanan Jerman.
Kini, usaha untuk membuat LFA telah memberikan jalan untuk kehadiran Gazoo Racing (GR). Membuat mobil dengan bahan carbon fiber, membangun mobil berperforma tinggi dengan hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya. Contohnya mobil dengan mesin tiga silinder terkuat di dunia, GR Yaris.
Tanpa ada GR, Anda mungkin masih disodori body kit fiber glass berlogo TRD Sportivo yang begitu-begitu saja. Lexus LFA juga membukakan pintu agar Toyota dan Lexus mau untuk bercita-cita lebih tinggi. Persis seperti apa yang dilakukan oleh 2000GT. Terlepas dari apakah mobilnya akan laku atau tidak.
Toh terbukti, LFA kini menyandang gelar supercar legendaris. Sekarang, satu dekade setelah LFA terakhir keluar dari pabrik, dunia masih menanti kejutan lain dari Toyota.
Disarikan dari berbagai sumber