pelanggar operasi zebra jaya 2025

33 Ribu Pelanggar Operasi Zebra Jaya 2025 Kena Tilang, Sepeda Motor Mendominasi!

33 ribu pelanggar Operasi Zebra Jaya 2025 terkena tilang ETLE. Angka tersebut didapat mulai dari awal giat ini diberlakukan (17 November 2025). Mayoritas pelanggar masih didominasi pengendara motor.

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya melaporkan total 33.484 pelanggaran dalam tujuh hari pertama. Angka ini menunjukkan kepadatan aktivitas penegakan yang berlangsung di seluruh wilayah Jakarta.

Dilansir dari laman Korlantas Polri, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Komarudin mengatakan sebagian besar pelanggaran tersebut terekam otomatis oleh sistem.

Selama tujuh hari, ada 20.760 pelanggaran roda dua yang ter-capture kamera ETLE dan 12.724 pelanggaran roda empat yang ter-capture kamera ETLE,” ujar Kombes Pol Komarudin (24/11).

Ia menambahkan bahwa klasifikasi rinci masih dalam proses pemetaan, namun pola pelanggarannya sudah terlihat jelas. Untuk motor, tren pelanggarannya relatif tidak berubah. Pelanggaran masih berupa tidak menggunakan helm, melawan arus, dan tidak menggunakan pelat nomor kendaraan.

“Untuk roda dua, paling banyak pelanggaran tidak menggunakan helm SNI, melawan arus, dan tidak menggunakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB),” jelas Komarudin.

Pelanggar Roda 4 Mengabaikan Aturan Dasar Keselamatan

pelanggar operasi zebra jaya 2025

Puluhan ribu ribu pelanggar Operasi Zebra Jaya 2025 memang didominasi oleh pengendara sepeda motor. Meski begitu, pengemudi kendaraan roda 4 juga masih banyak yang kena tilang yang disebabkan mengabaikan aturan dasar keselamatan.

Kombes Pol Komarudin menegaskan dua tindakan yang paling sering terjadi. Pengemudi banyak terjaring ETLE karena tidak memakai sabuk pengaman atau bermain ponsel saat berkendara.

Sebagai informasi, Operasi Zebra Jaya 2025 menurunkan hampir tiga ribu personel dari berbagai unsur selama dua pekan. Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Dekananto Eko Purwono menegaskan komitmen dalam pelaksanaan operasi.

“Operasi ini melibatkan 2.939 personel yang terdiri dari personel satgas daerah, satgas polres dengan dukungan penuh dari jajaran TNI, Satpol PP, Dinas Perhubungan dan seluruh stakeholder lainnya,” jelas Brigjen Pol Dekananto.

Ia menekankan bahwa operasi ini bukan sekadar razia, melainkan upaya sistematis menekan angka pelanggaran dan kecelakaan.

Brigjen Pol Dekananto juga mengungkap situasi yang perlu mendapatkan perhatian serius.

“Data yang cukup mengkhawatirkan, sepanjang Januari–Oktober 2025, terjadi 11.604 kecelakaan, menyebabkan 659 korban jiwa. Sementara pelanggaran lalu lintas mencapai 505.441 kasus, naik signifikan dibanding periode yang sama tahun 2024,” jelasnya.

Selain ETLE, penindakan langsung tetap dilakukan untuk pelanggaran yang tidak bisa menunggu, seperti melanggar lampu lalu lintas, balap liar, hingga mengemudi di bawah pengaruh alkohol.

“Seperti yang banyak sekali terjadi, melanggar traffic light, balap liar, pengemudi yang dibawa pengaruh alkohol, ini juga harus dilakukan. Tidak mungkin kita harus menunggu ETLE lagi. Ini langsung dilakukan tilang konvensional,” kata Dekananto.

Dengan kombinasi ETLE dan patroli personel, Polda Metro Jaya menargetkan peningkatan disiplin dan penurunan pelanggaran secara signifikan selama Operasi Zebra berlangsung.

ETLE Mobile jakarta

Kenapa Negara Ini Masih Perlu Tilang Manual

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh jajarannya untuk tidak melakukan operasi tilang manual. Sayangnya,  pengguna jalan bagai diberi kelonggaran berlebih.

Namun beberapa waktu lalu, Kepolisian RI dikabarkan memberlakukan kembali tilang manual secara terbatas. Dalam arti, ada beberapa pelanggaran yang akan langsung ditindak di tempat. Plat nomor tidak ada atau dipalsukan, knalpot motor berisik, balap liar. Bagus, kami harus apresiasi hal ini, meski seperti langkah ‘maju-mundur’.

Penghapusan tilang manual ini memang masih menjadi dilema bagi pengguna jalan dan pihak kepolisian sendiri. Khususnya Korps Lalu Lintas. Untuk itu, mereka melakukan evaluasi soal penghapusan tilang manual. Rapat evaluasi ini digelar 14 Desember 2022 lalu. Dipimpin langsung oleh Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan. Dihadiri oleh sejumlah perwakilan Ditlantas Polda, ahli transportasi dan INSTRAN (Institut Studi Transportasi).

Dikutip dari laman Korlantas Polri, penghapusan tersebut memang masih membuat Polri menyesuaikan diri. “Banyak fenomena yang terlihat, di internal Polri ada yang kurang percaya diri, ada yang tidak berani turun ke lapangan. Ini karena kurangnya memahami, sesungguhnya penegakan hukum tidak hanya tilang, ada patroli dan gatur,” ujar Brigjen Pol Aan Suhanan.

ETLE Mobile

Sementara dari pandangan ahli transportasi, ETLE masih dilihat masih bersifat terbatas pemanfaatannya. Penyebabnya apa lagi kalau bukan alat yang belum banyak dan cakupannya masih di situ-situ saja. Belum lagi proses verifikasi yang butuh waktu untuk jadi surat tilang. ETLE masih perlu masa untuk bisa matang secara sistem, dipahami oleh masyarakat dan menyebar merata di seluruh Indonesia.

“Saya mengkritisi ETLE. Bila ekosistemnya belum dibentuk dan belum berskala nasional, maka tilang manual masih tetap (harus) diberlakukan,” kata Prof. Tri Tjahjono, pakar transportasi Universitas Indonesia.

Sementara itu ketua INSTRAN, Ki Darmaningtyas, mengutarakan hal senada dengan Prof. Tri. Publik harus melihat langsung pelanggar lalu lintas ditindak. Selain untuk menjadi contoh, juga bisa jadi shock therapy supaya tidak ikut melanggar.

“Tilang manual juga menjaga kewibawaan aparat kepolisian sendiri karena pelanggar ditindak. Pelanggar dikenai langsung hari itu juga sehingga dapat mencegah perbuatan salah lebih lanjut. Bukan berarti menolak perintah Kapolri tapi dijalankan sesuai dengan kesiapannya. ETLE tetap terus dijalankan, namun tilang manual tetap diperlukan,” kata Ki Darmaningtyas. Masukan-masukan ini akan dilaporkan kepada Kapolri untuk jadi pertimbangan ke depannya.

Mulai Dari Mentalitas

Nah, kami melihat saat ini pengguna lalu lintas sedang ada di persimpangan jalan. Di satu sisi, pelanggaran memang masih banyak. Kami pernah membuat videonya, dan menghitung berapa banyak pelanggaran terjadi. Sisi lain, pemanfaatan teknologi untuk menjaga ketertiban belum bisa diharapkan maksimal. Di saat yang bersamaan, penegak hukum perlu membenahi diri sambil berusaha keras menjalankan tugasnya. 

Namun apapun bentuk tindakan yang dilakukan, pekerjaan rumah pertama yang harus digarap, menurut kami, adalah mengubah mentalitas berkendara. Saat semua orang berkeinginan untuk cepat sampai, bukan sampai dengan selamat. Kalau sudah begini, tilang manual ataupun ETLE tidak akan memberikan efek jera yang signifikan.

Terlalu sulit mungkin untuk mengubah mental mereka yang sudah lama mengedarai kendaraan, namun tidak pernah sadar kalau jalur kanan adalah hanya untuk mendahului. Dan pastinya sudah terlambat.  Namun bukan berarti tidak bisa dimulai. Kalau dirasa sudah benar-benar terlambat, kenapa tidak coba tanamkan pola pikir tersebut ke anak-anak. Supaya kalau sudah punya SIM, bisa berkendara lebih baik dari orang tuanya?

Untuk kita sendiri, saat ini, marilah mulai dari menanamkan pola pikir berkendara selamat dari berangkat hingga pulang. Godaannya di perjalanan pasti besar untuk melanggar, apalagi Polisi Lalu Lintas jarang terlihat dan kelakuan pengendara lain yang menyebalkan. 

Kalau Anda sudah bisa menerapkan disiplin berkendara dengan selamat, pertama Anda akan dicemooh, kemudian lama-kelamaan jadi contoh. Mau coba?