Roadster Z3 Berjantung V12, Karena BMW Pernah Iseng

Penggemar film James Bond atau antusias BMW pasti ingat sosok sebuah roadster yang berbasis Seri 3. Ya, mobil tersebut ialah Z3. Uniknya, BMW Z3 bukan diproduksi di Jerman, melainkan di Spartanburg, Amerika. Jadi inilah model BMW pertama yang bukan lahir di Jerman. Apalagi lebih dari 60 persen komponennya dibuat Amerika.

Melalui Z3, BMW ingin menghidupkan kembali kejayaan sosok roadster, dan meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Z1. Namun, dengan biaya produksi yang lebih masuk akal. Pengembangan BMW Z3 dimulai dari 1991, Burkhard Göschel dan Joji Nagashima ditunjuk untuk menggarap proyek ini. Beberapa tahun sebelumnya, Joji Nagashima juga pernah merancang bodi Seri 3 E36.

Comot sejumlah komponen BMW E36

BMW Z3 mencomot platform dari Seri 3 E36. Bahkan untuk interior, dashboard, dan as roda belakangnya juga dari E36. Wajar saja jika Z3 ini akhirnya menggunakan kode bodi E36/7. Akhirnya BMW resmi diluncurkan pada bulan September 1995. Seiring berjalannya waktu, ternyata BMW melalui divisi M GmbH, pernah melakukan ‘keisengan’ pada sebuah Z3 di tahun 1999.

BMW bermain-main dengan ide menjejalkan mesin paling besar pada bodi paling kecil saat itu. Bodi Z3 dianggap paling ringkas, dan di balik kap depannya ingin diisi dengan mesin V12 M73B54 5.4 liter milik BMW Seri 7 E38. Tujuannya memang untuk menciptakan monster bertubuh kecil. Edan! Mesin tersebut digandengkan dengan transmisi manual 6-speed milik BMW Seri 8 E31. Mesin V12 tersebut menghasilkan tenaga 326 hp dan 490 Nm.

Berat di depan

Akselerasi 0-100 km/jam ditempuh dalam waktu 5,5 detik. Sedangkan, top speed mencapai 263 km/jam. Cukup beringas kala itu, tapi siapapun yang mengendarainya memang harus waspada. Karena bobot roadster ini melonjak hingga 1,4 ton. Bobot mesin V12 itu sudah nyaris satu kuintal lebih berat, ketimbang mesin enam silinder M52 maupun M54. Apalagi distribusi bobotnya jadi kacau, berat di depan…

Mesin V12 tersebut tak cuma merusak kualitas pengendalian berkendara saja, tapi juga ‘bikin ribet’ penggunanya. Karena ruang mesinnya tidak diciptakan untuk diisi V12, maka isu terbesar selanjutnya ialah sistem pendinginan mesin. Dipakai jalan sebentar, langsung jarum temperatur menuju area merah. Sebagai pelengkap penderita, posisi bak oli mesin terlalu rendah, jadi seringkali bergesekan dengan permukaan jalan.

Sejak dibuat pada tahun 1999, roadster seperti malu-malu di depan kamera. Sampai akhirnya di tahun 2012, BMW memajang unit tersebut sebagai koleksi abadi di museumnya. Untung saja, BMW tidak ambil keputusan untuk memproduksi Z3 V12 ini…

Peugeot 305 V6, Prototipe Pembuka Jalan Untuk 205 T16

Bagi penyuka dunia motorsport, pasti mengenali sosok Peugeot 205 Turbo 16 di ajang reli dunia, khususnya di kelas Group B. Namun, sebenarnya di balik kelahiran sosok 205 T16 ada satu unit prototipe yang memicu Peugeot untuk berkompetisi di kelas Group B. Mobil tersebut ialah Peugeot 305 V6.

Banyak pabrikan mengasah kemampuan

Tahun 1980an merupakan era keemasan bagi aktivitas reli dunia. Tidak sedikit pabrikan otomotif mencoba peruntungan dan mengasah kemampuannya dalam kompetisi penuh tantangan ini. Melalui ajang reli, sejumlah brand kendaraan pun mengembangkan mobil khusus yang nantinya menjadi basis untuk mobil produksi massal. Jika sebuah mobil sudah menggunakan mesin yang andal, melalui ajang reli maka durabilitas mesin tersebut semakin ditempa.

Sebelum memasuki tahun 1980an, tepatnya di tahun 1977, Peugeot memperkenalkan 305. Sebuah sedan empat pintu hasil rancangan Pininfarina. Mobil kelas medium ini diciptakan sebagai pengganti Peugeot 304. Respons publik, terutama di Eropa, tergolong cukup baik. Rival terdekatnya yang ‘satu kampung’ ialah Renault 18.

Di tahun 1980, Fédération Internationale de l’Automobile (FIA) melakukan revolusi dalam ajang reli dunia, dengan mengumumkan kelas Group B. Kategori kompetisi ini memungkinkan tim pabrikan untuk mengembangkan mobil secara ‘pol-polan’. Baik dalam aspek bobot kendaraan, output mesin, maupun traksi suspensi.

Dimensi Peugeot 305 dianggap terlalu besar

Reli dunia kelas Group B dimulai pada tahun 1982, sampai akhirnya dibubarkan setelah lima tahun berlangsung, karena terlalu banyak musibah yang ditimbulkan. Tim Peugeot Sport sempat dua kali menyabet juara dunia kelas Group B, berkat mobil reli Peugeot 205 Turbo 16.

Dalam mengembangkan 205 Turbo 16 tersebut, Peugeot memulainya dengan unit 305. Tapi saat proyek ini dilakukan, banyak yang mengganggap jika dimensi Peugeot 305 ini terlalu besar dan rapuh untuk menghadapi brutalnya kompetisi reli kelas Group B.

Langkah liar dilakukan oleh Peugeot, sebab sosok 305 ini dibuat seperti 505 versi ringkas. Sejumlah komponen mekanis dari Peugeot 604 pun dijejalkan. Ya, sistem penggerak roda belakang dan tentunya mesin V6. Khusus untuk 305 ini, mesinnya berkapasitas 2.5 liter dan punya empat klep per silinder.

Kenyataan pun berkata lain, Peugeot 305 V6 tidak sempat merasakan kejamnya event reli dunia. Sebab Peugeot Sport yang saat itu dipimpin oleh Jean Todt, memilih 205 untuk dikembangkan lebih dalam lagi. Akhirnya, seperti yang diketahui bersama, 205 Turbo 16 menjadi jagoan Peugeot di kancah reli dunia, khususnya Group B. Lalu bagaimana dengan 305 V6? Mobil ini masih ada dan menjadi ‘penduduk tetap’ di museum Peugeot.