Uni Eropa Terapkan Tarif Impor 45 Persen Untuk Mobil Listrik Tiongkok
Jika di Indonesia dan kawasan ASEAN tersedia keringanan tarif impor untuk mobil listrik asal RRC dan negara lainnya, maka di Eropa berlaku kebalikan. Terutama untuk EV asal RRC.
Komisi Uni Eropa resmi menerapkan tarif impor sebesar 45 persen, mulai berlaku bulan November mendatang. Kebijakan tersebut ditetapkan selama lima tahun ke depan.
Langkah ini diputuskan 4 Oktober lalu, untuk melindungi persaingan setelah Uni Eropa menengarai ada subsidi besar yang diberikan pemerintah Cina untuk produk EV yang diekspor.
Namun Uni Eropa juga masih membuka kesempatan untuk berdiskusi dengan pemerintah RRC, “Untuk mengambil jalan tengah yang lebih baik.”
Yang menarik, kebijakan tarif impor mobil listrik asal RRC tersebut justru mendapatkan tantangan besar dari Jerman. Negara tersebut menolak kebijakan tarif impor karena bisa membuat industri otomotif mereka jadi sasaran ‘serangan balasan’.
Wajar Jerman menentang, coba lihat mobil yang paling laris di Tiongkok. Salah satunya adalah VW, yang dirakit di sana. Belum lagi Audi, Mercedes-Benz dan BMW yang juga punya pabrik dan pangsa pasar besar.
CEO Volkswagen Group, Oliver Blume mengatakan. “Uni Eropa harus mempertimbangkan penyesuaian tarif impor terhadap kendaraan listrik buatan China, untuk memberikan kelonggaran bagi investasi yang dilakukan di Eropa.” Artinya, Blume berharap ada keringanan untuk merek Cina yang merakit mobilnya secara lokal di benua itu.
“Daripada tarif yang menghukum, (kenapa tidak) saling memberi kredit atas investasi. Mereka yang berinvestasi, menciptakan lapangan kerja, dan bekerja sama dengan perusahaan lokal harus mendapatkan keuntungan dari tarif,” tambah Blume, seperti dikutip dari Reuters.