Rolls-Royce Corniche “Jules” Legenda Rally Paris-Dakar Bermodal Nekat

Apa yang terjadi jika dua pria Perancis eksentrik mengendarai mobil mewah Rolls-Royce Corniche mengikuti rally Paris-Dakar? Ya, bertualang di reli terganas dunia dari kota Paris menuju Dakar, ibukota negara Senegal. Reli berjarak 10.000 km yang 80 persen adalah rute gurun pasir dan tanah tandus Afrika.

Rolls-Royce? Ya…Anda tidak salah baca. Satu-satunya Rolls-Royce Corniche yang berlaga di rally Paris-Dakar 1981.

Berawal dari lelucon iseng dua sahabat karib, Thierry de Montcorgé dan Jean-Christophe Pelletier yang ingin mencoba ikut bertualang di rally terganas dunia itu dengan sebuah limousine.

Jean-Christophe mulai pusing dengan biaya perawatan rutin Rolls-Royce Corniche miliknya yang pada saat itu terbilang sangat mahal. “Daripada bayar mahal ke bengkel, mengapa tidak ‘disiksa’ sekalian di rally Paris-Dakar?”, kelakar Thierry pada Jean-Christophe. Lalu keduanya pun sepakat ikut Rally Dakar yang akan segera dihelat di Paris.

Meskipun keduanya kaya raya, namun untuk ikut rally Paris-Dakar butuh sokongan dana yang tak sedikit. Keduanya lantas membujuk brand fashion Christian Dior untuk mensponsori petualangan mereka. Hmm…berkelas!

Dior pun menyetujui untuk mensponsori petualangan duo eksentrik ini. Logo Jules, parfum pria lansiran Christian Dior pun menjadi branding sponsor. Terpampang mentereng di body sang Corniche. Nama “Jules” pun akhirnya menjadi julukan yang disematkan pada Rolls-Royce “Paris-Dakar” ini.

Otot British, Tulang Jepangan, Jantung Amerika

Butuh persiapan 3 bulan untuk merombak total konstruksi Rolls Royce Corniche agar siap berlaga di rally Paris-Dakar.

Seluruh komponen dipreteli. Sasis asli diganti ladder frame gress dari Toyota Land Cruiser HJ45. Selain kokoh, ukuran wheelbasenya identik. TLC juga memberi bonus penggerak 4×4 plus girboks badak siap off-road.

Mesin 6.75 liter V8 bawaan Corniche diganti Chevy ‘small-block’ 5.7-liter V8 baru yang dipesan langsung dari Detroit.

Panel body asli diterondoli dan diganti bahan fiberglass. Rangka body berbahan baja plus roll-cage dilas ke sasis. Komponen orisinal yang tersisa dari Corniche hanya kaca, bumper dan grille…plus emblem Spirit of Ecstasy sebagai ciri khas dan martabat sebuah Rolls-Royce.

Interior? Hanya dashboard asli Rolls Royce Corniche yang tersisa. Sepasang jok sport diadopsi dari mobil balap Alpine A110 yang dibalut kulit. Setidaknya harga diri Rolls-Royce sebagai mobil mewah masih dipertahankan.

Sebagai bekal logistik, warga Paris yang eksentrik ini membekali Jules dengan roti baguette, champagne, keju, caviar, Foie Gras, dan oyster. Hidangan mewah ala Perancis tak boleh ketinggalan, walau hanya tahan untuk beberapa hari. 

Paris-Dakar via Timbuktu

Start dimulai pada 1 Januari 1981. Hampir 300 mobil bertolak dari Paris. Setelah melalui 2 etape di Perancis, “Jules” pun menyeberang ke Afrika dan mendarat di Aljazair. Di sinilah siksaan lahir batin dimulai. Peserta harus melintasi gurun Sahara via Timbuktu melewati Mali, Upper Volta dan Pantai Gading menuju Senegal.

Thierry memegang kemudi dan Jean-Christophe menjadi navigator. Tak hanya menjadi salah satu peserta favorit sorotan media, “Jules” ternyata berhasil menempati posisi 13.

Sayangnya, mereka mengalami kerusakan di tengah jalan. Thierry dan Jean-Christophe pun mencoba memperbaiki sendiri mobil mereka. Namun oleh panitia hal itu dianggap ‘ilegal’. Poin mereka pun tidak dihitung sebagai sanksi. Namun tetap diperbolehkan meneruskan perjuangan hingga finish.

Meski tak mendapat poin, namun “Jules” menjadi satu dari 170 mobil yang berhasil mencapai garis finish di kota Dakar tanpa dikawal tim pendukung! Luar biasa…

Sepanjang event berlangsung, “Jules” menjadi sorotan publik dan media dunia baik majalah, surat kabar hingga berita TV. Christian Dior pun secara tak langsung mendapat publikasi luar biasa yang nominalnya jutaan Francs. Trik marketing yang jitu dan “Jules” pun jadi legenda.

Peugeot 205 Pernah Jadi Konsep Ambisius

Peugeot 205 menjadi salah satu produk ikonik yang pernah dibuat oleh pabrikan asal Prancis ini. Tanggal 24 Februari 1983 merupakan tonggak sejarah bagi Peugeot dalam memasuki era modern, baik secara produk, pemasaran, dan di dunia motorsport. Selain itu, Peugeot 205 juga menjadi city car yang banyak digemari oleh masyarakat Eropa. Sayang sekali unitnya tidak terlalu banyak beredar di pasar Asia.

Di bulan Februari ini, Peugeot 205 genap berusia 40 tahun. Ada sejarah panjang sebelum akhirnya Peugeot 205 lahir di tahun 1983 silam. Mobil hatchback ini seolah tidak bisa dipisahkan dari peran Jean Boillot, salah satu dewan direksi Peugeot hingga akhir era 1970an. Di era tersebut, banyak pabrikan otomotif yang mengalami kesulitan finansial, tak terkecuali Peugeot.

Jean Boillot mencetuskan konsep ambisius, yakni menciptakan mobil kompak yang tak hanya sebagai city car, namun juga sebagai mobil yang praktis, nyaman digunakan di perkotaan maupun di jalanan pedesaan, mampu mengangkut anggota keluarga kecil, tak ketinggalan ialah harganya harus murah…

Mengenai desain, teknologi, dan pemasarannya, 205 memang mengubah rute perjalanan Peugeot. Jika sejumlah produk Peugeot didesain oleh Pininfarina, maka 205 dirancang oleh tim yang dipimpin Gérard Welter. Goresan desainnya dianggap terlihat lebih modern dan dinamis oleh Peugeot.

Identitas baru

Beberapa identitas desain baru pada 205 tersebut bahkan menjadi karakter yang diterapkan pada sejumlah produk Peugeot berikutnya. Sebut saja, grille depan dengan beberapa garis horizontal, maupun garnish belakang dengan pola bergaris. Tak hanya itu, Paul Bracq, seorang desain otomotif kenamaan, bergabung ke dalam studio desain Peugeot dan memiliki andil besar dalam merancang interior 205 ini.

Mobil kompak ini juga membawa Peugeot menuju era modern, melalui dimensi mobil yang kompak namun punya kabin lapang, praktis karena punya pintu hatchback, serta memiliki konsumsi bahan bakar yang efisien. Mobil ini menjadi produk Peugeot pertama yang menggunakan batang torsi untuk suspensi belakang. Alasannya ialah untuk memberikan ruang yang lebih lega bagi penumpang belakang.

Mesin diesel super-efisien

Peugeot hatchback ini juga menjadi mobil pertama yang ditawarkan dengan mesin seri XU. Salah satunya ialah mesin diesel empat silinder XUD7 1.8 liter dengan 60 hp. Langkah ini juga membuatnya menjadi mobil diesel buatan Prancis pertama yang berukuran kompak. Lebih lanjut, performanya pun tak jauh berbeda dengan unit yang bermesin bensin, namun dengan efisiensi bahan bakar yang luar biasa (rata-rata 3,9 liter untuk 100 km).

Urusan ‘pertama’ memang tidak jauh-jauh dari 205, karena inilah Peugeot pertama yang ditawarkan dengan banyak pilihan mesin, dari yang hanya bertenaga 45 hp hingga yang punya output 200 hp. Bahkan ada opsi transmisi otomatis, yang cukup jarang ditawarkan oleh pabrikan mobil Eropa di segmen tersebut.

Di tahun 1983, ada empat opsi mesin bensin dan satu pilihan mesin diesel. Tahun berikutnya, langsung lahir varian GTI dan Turbo 16 yang amat legendaris, termasuk pilihan bodi 3 pintu. Bahkan di tahun-tahun berikutnya hadir bodi dengan atap cabriolet.

Promosi melalui reli

Dunia motorsport menjadi alat promosi yang jitu. Tanpa ragu, Peugeot masuk ke arena kejuaraan reli dunia dalam kelas Group B di tahun 1984, bersama 205 Turbo 16. Mobil reli tersebut mengantar Peugeot meraih gelar juara dunia di kelas pabrikan pada tahun 1985 dan 1986. Sosok pereli yang mengawal kesuksesan tersebut ialah Ari Vatanen, Timo Salonen, dan Juha Kankkunen.

Usai era reli Group B di akhir tahun 1986, Peugeot membawa 205 Turbo 16 menuju ajang yang lebih menantang, yaitu reli Paris-Dakar. Keputusan tersebut memang tidak sia-sia, gelar juara diraih pada tahun 1987 dan 1988. Ari Vatanen dan Juha Kankkunen lagi-lagi menjadi ‘joki’.

Setelah perjalanan produksi selama 15 tahun, lebih dari 5,2 juta unit Peugeot 205 yang diciptakan. Mobil kompak ini langsung membuat pondasi kuat bagi Peugeot dalam menciptakan generasi penerusnya yang berbodi kompak, yaitu 206, 207, dan 208.