Impresi Pertama: Suzuki Fronx 2025

Terjawab sudah teka-teki produk baru Suzuki di tahun 2025. Setelah Suzuki menampilkan rangka bodi pada ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, dan juga iklan yang memperlihatkan sosok Sport Utility Vehicle (SUV), Suzuki resmi membuka tabir Fronx. Inilah crossover kompak yang akan menjadi lawan dari si kembar Daihatsu Rocky/Toyota Raize, Honda WR-V, maupun Chery Tiggo Cross.

Meski pengembangannya banyak dilakukan oleh Maruti Suzuki di India, Fronx dirancang sebagai mobil global termasuk untuk pasar Jepang. Di Jepang, mobil ini sudah dijual sejak tahun 2024. Unit Suzuki Fronx yang dipasarkan di Indonesia, akan dirakit oleh pabrik PT Suzuki Indomobil Motor di Tambun, Bekasi, Jawa Barat.

Secara tampilan depan, Fronx menyerupai kakaknya yaitu Grand Vitara, yang mana desain lampu kecil dan sein LED seolah menyatu dengan grille utama. Hadirnya lis chrome antara lampu hingga grille depan, tentu memberi kesan elegan. Untuk lampu utamanya menggunakan LED dan ditempatkan pada sisi samping.

Desain Atap Mobil Coupe

Bagian bawah bumper menggunakan bahan plastik yang lebih tahan goresan dan memperkuat kesan crossover. Lalu ada trim silver yang membuat bodinya tidak monoton. Berlanjut pada bagian samping, Suzuki Fronx memiliki desain atap ala coupe dengan garis atap yang menjorok ke belakang. Kesan crossover diperkuat dengan over fender plastik, yang desainnya menyatu dengan bumper depan dan belakang.

Kemudian pada bagian atap, Suzuki menyematkan roof rail serta antena model shark fin. Suzuki Fronx menggunakan velg berukuran 16 inci dengan desain multispoke, yang dibalut ban ukuran 195/50 R16. Finishing velg ini tergantung dari modelnya. Untuk model GL dan GX mendapatkan finishing alloy, sedangkan SGX punya aksen warna hitam. Terakhir pada bagian belakang terdapat lampu LED dengan desain menyatu.

Masuk ke kabin, penumpang akan disambut dengan interior kombinasi warna burgundy dan hitam. Corak ini menjadi standar untuk semua model. Terdapat aksen emas pada dashboard dan handle pintu, menariknya untuk versi Jepang malah dilabur warna hitam.

Posisi Mengemudi Minim Blind Spot

Posisi duduk Suzuki Fronx terbilang baik, dengan pandangan ke depan dan samping yang bagus. Instrument cluster yang terdiri dari dua meter analog, dan layar MID di tengah yang mudah terlihat. Setir menggunakan desain three spoke dengan tombol multifungsi. Untuk model GX ke atas setir ini dilapisi kulit. Khusus pada model SGX terdapat fitur tilt dan telescopic.

Pada bagian tengah, ada head unit berukuran 9 inci yang sudah mendukung Android Auto dan Apple CarPlay. Keduanya bisa dioperasikan melalui koneksi kabel atau wireless. Untuk model SGX terdapat fitur tambahan kamera 360 derajat, yang memudahkan saat sedang manuver parkir. Fitur climate control digital yang menjadi standar di semua model.

Kemudian terdapat cup holder dan juga soket USB pada bagian tengah. Pada model SGX, mendapatkan wireless charger. Suzuki Fronx untuk pasar Indonesia, tetap menggunakan rem tangan konvensional. Berbeda dengan versi Jepang, yang dilengkapi dengan sistem Electronic Parking Brake (EPB).

Dua Pilihan Mesin

Untuk joknya, model GL serta GX dilapisi bahan kain, sedangkan model SGX menggunakan bahan kulit. Terdapat saluran AC untuk penumpang belakang, serta soket USB. Meskipun memiliki atap desain ala coupe, ruang kepala penumpang belakang masih dirasa cukup.

Ruang bagasi Suzuki Fronx berkapasitas 308 liter. Jika ingin ruang bagasi lebih lapang lagi, pengguna bisa melipat jok belakang. Untuk membuka pintu bagasi, masih dilakukan secara manual dengan menekan tombol. Uniknya, Suzuki Fronx masih menggunakan ban full size, bukan space saver.

Fronx ditawarkan dengan dua pilihan mesin bensin, yaitu K15C 4 silinder 1.5 litet VVT dengan teknologi mild hybrid. Sistem ini terdiri dari integrated starter generator dan baterai lithium ion, sehingga mampu menghasilkan tenaga 99 hp dan torsi 135 Nm. Mesin mild hybrid ini tersedia untuk model GX dan SGX. Sedangkan untuk varian entry level, menggunakan mesin K15B yang bertenaga 103 hp dan punya torsi 138 Nm.

Terdapat pilihan transmisi manual 5-speed dan otomatis 4-speed untuk versi GL. Sedangkan versi GX ada pilihan manual 5-speee dan otomatis 6-speed. Untuk tipe SGX, hanya ada opsi transmisi otomatis 6-speed.

Suspensinya menggunakan independen MacPherson strut di depan, dan torsion beam di belakang. Radius putarnya diklaim hanya 4,8 meter. Untuk sektor pengereman, menggunakan cakram di depan dan tromol di belakang. Ditambah dukungan dari fitur ABS dan EBD.

Hadirnya Suzuki Fronx menambah pilihan di ‘kolam’ crossover ringkas, dan pasti semakin membuat riuh suasana pasar otomotif Tanah Air. Dengan produk yang solid, cukup menarik untuk melihat masa depan Suzuki Fronx. Tinggal menunggu harga resminya saja ini…

Review Citroën C3, Pendatang Baru di Segmen Ramai

PT Indomobil Wahana Trada, selaku agen pemegang merk Citroën di Indonesia, membuktikan komitmennya dengan menghadirkan sejumlah produk Citroën untuk pasar Tanah Air. Salah satunya ialah C3. Mobil compact crossover ini bakal menjadi produk volume-maker Citroën di Tanah Air. Uniknya, C3 yang diniagakan di Indonesia merupakan unit dengan platform CC21, alias C3 yang juga dipasarkan di India dan Amerika Selatan. Berbeda dengan Citroën C3 yang dipasarkan di Eropa.

Sebenarnya konsumen Indonesia tak perlu risau dengan produk ini. Karena CC21 ini mengadopsi Citroën Common Modular Platform dan C3 menjadi model pertama yang diproduksi di dalam program Citroën C-Cubed. Desainnya terlihat sederhana, namun tetap atletis layaknya sebuah Sport Utility Vehicle (SUV). Bagian depannya didominasi dengan lubang udara yang besar dan sepasang aksen chrome beserta 4 buah daytime running lamps.

Lampu utamanya berada di atas lampu kabut berbentuk bundar dan berada dalam bingkai hexagonal berwarna ceria. Citroën C3 ini memiliki aksen dan kombinasi warna eksterior yang kontras, seperti biru dan putih, abu-abu dan hitam, oranye dan hitam, serta putih dan oranye. Pilar A dan B, serta roof rail Citroën C3 ini dilabur warna hitam. Citroën sengaja memasang panel body moulding di sekujur bodi C3. Velgnya pun mengadopsi desain yang unik dan berwarna two-tone.

Interiornya menyiratkan desain unik yang fungsional, khas mobil Prancis. Terdapat layar sentuh berukuran 10 inci, lubang udara berdesain unik, instrument cluster digital, dan lingkar setir yang sederhana. Lebih lanjut, posisi tuas lampu di sebelah kanan dan wiper di sebelah kiri sudah menyerupai kendaraan Asia lainnya. Karena biasanya mobil Eropa posisinya tetap seperti versi setir kiri.

Citroën juga menyuguhkan fitur Android Auto, Apple CarPlay, voice recognition, dan ruang bagasi berkapasitas 315 liter. Ground clearance Citroën C3 juga cukup memadai untuk sebuah SUV kompak, sepertinya memang sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia.

Untuk pasar Indonesia, hanya ada pilihan mesin 3 silinder 1.2 liter bertenaga 81 hp yang digandengkan dengan transmisi manual 5-speed. Keputusan ini memang cukup menantang, karena belum ada pilihan transmisi selain manual tersebut. Semoga saja dalam waktu dekat Citroën memberikan opsi transmisi lainnya. Kami pun mendapat kesempatan untuk merasakan langsung Citroën C3 ini di Kawasan BSD City, Tangerang Selatan. Setidaknya, impresi singkat ini mampu menjawab rasa penasaran kami sejak bulan November 2022 silam.

Memasuki kabinnya, jok depan memang cukup baik menopang tubuh pengemudi maupun penumpang depan. Tapi menurut kami, posisi penempatan joknya masih belum optimal. Sedangkan untuk jok belakang, dirasa cukup oke dan sepertinya mampu membuat penumpang tetap merasa nyaman, meski dalam perjalanan jauh sekalipun. Bentuk atap yang tinggi, membuat visibilitas berkendara lebih leluasa.

Suara mesin memang terdengar cukup nyaring saat kondisi stasioner. Tapi uniknya, suara mesin tersebut mulai berubah senyap saat Citroën C3 mulai melaju. Bahkan suara knalpot yang dihasilkan saat berakselerasi, terdengar begitu mengasyikkan (throaty exhaust note). Padahal mesinnya bukan yang berkarakter sporty, cenderung disesuaikan untuk penggunaan dalam kota. Respons mesin di putaran bawah cukup baik, sehingga membuat C3 ini dapat lincah di kondisi jalan padat.

Sayangnya, ketika putaran mesin menengah hingga atas, performanya mulai terasa datar. Seandainya didukung fitur turbocharger, mungkin akan lain ceritanya. Lagipula, kami memang suka turbo… Pengoperasian pedal kopling dan tongkat transmisi manualnya juga terasa ringan serta tidak menyulitkan. Hanya, tentu akan lebih baik lagi jika Citroën juga menghadirkan C3 versi ‘dua pedal’.

Membahas mobil Prancis, tentu banyak yang menyoroti aspek kenyamanan berkendara. Walaupun Citroën tidak menyematkan sistem hydropneumatic legendarisnya, namun settingan suspensi C3 terbukti menyimpan kenyamanan tersendiri. Kami malah tergugah untuk membuktikannya di kecepatan ‘agak tinggi’.

Ketika kami menghajar speedbumps maupun polisi tidur di kecepatan rendah (sekitar 20-25 km/jam), guncangannya cukup terasa dan sesekali hingga menyentuh stopper sokbrekernya. Tapi, jika kami melibasnya di kecepatan di atas 40 km/jam, maka peredamannya akan terasa nyaman. Bahkan di atas kecepatan 50 km/jam, malah lebih baik lagi. Heran…

Memang kami merasa ada sejumlah hal yang dapat dioptimalkan oleh Citroën terhadap C3 platform CC21 ini. Namun setidaknya dengan kembalinya Citroën, salah satunya dengan memboyong C3 ini, berpotensi untuk meramaikan segmen yang gemuk di pasar Indonesia. Lagipula, konsumen pun jadi memiliki pilihan baru dengan hadirnya Citroën C3 ini.