Red Bull Racing Honda Pertahankan Juara 10 Kali Di Silverstone

Kekuatan Honda bersama Tim Red Bull Racing berhasil meraih kemenangan beruntun kesepuluh kalinya pada seri balap F1 Grand Prix Britania Raya, Minggu, (9/7) di sirkuit Silverstone, Northamptonshire, Inggris, Britania Raya.

Dengan hasil kemenangan tersebut, tim ini masih memimpin klasemen konstruktor dengan 411 point. Sementara itu, juara dunia F1 dua kali, Max Verstappen juga terus memimpin klasemen pembalap dengan 255 point.

Max Verstappen, mengatakan “saya sangat senang dengan hasil balapan ini dimana kami secara tim berhasil meraih kemenangan beruntun sepuluh kali di musim ini. Pada saat awal lomba, saya melakukan start yang kurang baik sehingga sempat kehilangan posisi terdepan namun bisa kembali mengambil alih kepemimpinan lomba dan berhasil mempertahankan hingga garis finish.”

Pada musim balap Formula 1 (F1) 2023, Honda melanjutkan kemitraan teknis dengan Red Bull Group (Oracle Red Bull Racing dan Scuderia AlphaTauri), dimana Honda masih menyediakan power unit untuk kedua tim hingga akhir tahun 2025 mendatang.

Musim balap ini, tim tersebut bertekad untuk mempertahankan gelar juara ganda yaitu kategori pembalap dan juga kategori konstruktor. Pada musim balap F1 2022 lalu, tim Red Bull Racing Honda berhasil 17 kemenangan dari total 22 balapan pada musim lalu.

Ford

Tanpa Ford di F1, Anda Tidak Akan Kenal Michael Schumacher

Ford memastikan akan masuk ke balapan F1 tahun 2026 nanti. Mereka akan bergandengan dengan Red Bull Racing sebagai ‘technical partner’. Artinya, Ford akan menyediakan mesin. Kembalinya pabrikan Amerika Serikat itu sebetulnya cukup ironis.

Red BUll Racing 2023 Livery

Kenapa? Karena dulu Red Bull Racing adalah punya Ford. Dan bukan anak baru juga di balapan pemuncak ini. 174 kemenangan sudah dikantongi. Bahkan tanpa merek ini, Anda tidak akan kenal siapa Michael Schumacher.

DFV Engine

Mesin dengan kode DFV menandai masuknya Ford ke balapan F1 pada tahun 1967 di sirkuit Zandvoort, Belanda. DFV adalah hasil kerjasama Ford dengan tuner Cosworth. Terpasang di mobil F1 Lotus 49, langsung memberikan pole position untuk Graham Hill. Saat balapan, Ford Lotus 49 yang dikendarai memberikan kemenangan pertama untuk Ford.

Ford Cosworth DFV engine

Tahun itu, mesin DFV sukses membuat Lotus bertengger di posisi kedua klasemen akhir konstruktor. Jim Clark menempati posisi ketiga di klasemen pembalap.

1968 Ford akhirnya mencabut hak eksklusif untuk mesin DFV. Mesin ini akhirnya tidak hanya digunakan oleh Lotus, tapi juga McLaren dan Matra. Dari 12 balapan, mesin Ford di F1 masa itu menang 11 kali. Penggunanya meraih posisi satu sampai tiga di klasemen akhir.

Lotus Ford 49

 

Seiring berjalannya waktu, DFV dianggap penggerak yang bisa diandalkan dan tidak terlalu mahal. Maka makin banyak tim yang menggunakan mesin ini seperti Brabham, Williams dan Surtees. 

Ford Cosworth DFV terus digunakan hingga 1983. Mesin ini mempersembahkan 176 kemenangan untuk yang menggunakan. Inilah salah satu mesin mobil F1 yang paling sukses dalam sejarah.

Era Kurang Lancar

Setelah 1983, balapan F1 memasuki babak baru dimana mesin turbo jadi andalan. Ini adalah bagian pertama dari kiprah mesin turbo di lomba ini. 1984 mereka menyediakan mesin untuk Tyrell dan jadi satu-satunya mesin non-turbo di arena. Hasilnya, Tyrell diasapi terus.

Tyrell F1

Ford membuat mesin V6 turbo bersama tim Haas Lola. Kode mesinnya GBA 1.5 Turbo V6. Untuk diingat, Haas yang ini tidak ada hubungannya dengan Haas F1 tim yang ada sekarang. Tapi pengembangan dan produksinya berjalan lambat. Baru tahun 1986 baru bisa digunakan. Sialnya, mesin tidak punya performa yang mumpuni. Masa itu mesin Honda di Williams dan Porsche (menggunakan nama TAG) di McLaren yang paling dominan.

Benetton Ford 1987

1987 agak mendingan. Bersama Tyrell dan tim baru, Benetton F1 sebagai pengguna mesin baru DFZ 3.5 berkonfigurasi V8 non-turbo. Mesin ini mempersembahkan posisi lima dan enam untuk penggunanya di klasemen akhir. Meski tanpa raihan podium juara.

Penghantar Sang Legenda

Setelah 1987, segalanya seperti bergulir lancar. Ford terus menyuplai mesin untuk Benetton. 1989 Benetton dengan pembalap Alessandro Nannini juara di balapan F1 Jepang. Tahun itu, Benetton finish urutan keempat. Sementara Tyrell kelima. Lumayan.

Benetton Ford 1994

Tahun berikutnya, Benetton Ford lebih bersinar. Nelson Piquet juara dua kali dan membuat pembalap Brazil itu menempati posisi ketiga di klasemen akhir. Sementara timnya menduduki tempat ketiga klasemen konstruktor. Setelah itu, Benetton Ford seperti jadi pelanggan juara tiga selama musim 92-93.

1994 agak lain. Delapan dari 16 balapan dimenangkan oleh pembalap muda bernama Michael Schumacher dari tim Benetton Ford. Tahun itu, ia jadi juara dunia untuk pertama kalinya. Namun timnya hanya bisa bersandar di posisi kedua setelah dikalahkan Williams Renault.

Langkah Berbeda Ford

Tahun berikutnya Benetton ganti mesin menggunakan Renault. Ford jadi rekanan Stewart Grand Prix dan sebuah tim baru yang namanya Red Bull Sauber F1 Team. Tim yang dimiliki oleh Jackie Stewart, juara dunia F1 tiga kali. Tiga musim dilalui tanpa ada hasil yang signifikan. Baru 1999, Stewart bisa berbicara. Itupun hanya finish keempat di klasemen, setelah Johny Herbert menang di European Grand Prix.

Stewart Grand Prix

Setahun kemudian, Stewart diambil alih oleh Ford dan menjadi tim pabrikan. Mereka menggunakan nama Jaguar F1 team, karena Jaguar saat itu dikendalikan oleh mereka. Sayang, tidak bisa berbicara banyak. Jarang ada hasil yang signifikan.

Yang lumayan ada ‘suaranya’ malah tim konsumen mereka, Jordan Ford dengan pembalap Giancarlo Fisichella. Mereka menang di balapan Brazil 2003. Tahun itu, Jaguar finish ketujuh, Jordan Ford kesembilan. Inilah kemenangan terakhir untuk mesin Ford.

Jaguar F1 2004

2004 jadi musim terakhir Ford di F1. Setahun kemudian tim ini dijual ke Red Bull yang tahun itu sebetulnya masih menggunakan mobil bikinan Ford/Jaguar. Pembalapnya Mark Webber dan Christian Klein. Lagi-lagi, hasilnya tidak signifikan karena finish ketujuh di klasemen konstruktor.

Nah, entah kenapa, kami merasa Ford dan Red Bull akan bisa jalan bersama menuju juara. Keduanya punya pengalaman yang pahit dan manis. Motivasi Red Bull sangat kuat untuk tetap bisa berada di puncak. Ford punya pengalaman membuat mesin F1 yang hebat, Red Bull dalam asuhan Christian Horner, tahu betul bagaimana caranya untuk menang.

Kita lihat saja. Regulasi baru F1 tahun 2026 merupakan sebuah revolusi regulasi untuk memudahkan para kontestan. Mesin yang lebih mudah dibuat dan ramah lingkungan, serta pembatasan biaya pengembangan setiap tim, akan memunculkan sesuatu yang pastinya berbeda.

Red Bull RB01

Ford dan Red Bull Racing Ketahuan Akan Kerjasama di F1

Desember lalu, ada rumor yang mengatakan Ford tertarik untuk kembali lagi ke balapan F1. Ini terdengar sebelum Cadillac dan Andretti membuat heboh bulan lalu. Kami tidak terlalu tertarik, tapi kemudian ada yang membocorkan kalau Ford memang akan kembali ke ajang Formula One, bersama Red Bull Racing.

Berita ini bocor karena ada salah paham antara Red Bull Racing dan agensi pemberitaan Ansa yang berkantor di Italia. Masalahnya, tim balap itu tidak bilang kalau berita tersebut diembargo (dilarang ditayangkan) hingga hari Jumat ini. 

[UPDATE 04/02/2023] Resmi, Ford dan Red Bull Racing akan kerjasama mulai musim balap F1 tahun 2026. 

Menurut berita yang bocor duluan itu, Ford akan mendukung Red Bull tahun 2026. Bentuk support-nya dalam bentuk pengembangan mesin. Seperti diketahui, saat ini tim asuhan Christian Horner itu mengandalkan mesin Honda. Namun kerjasama dengan pabrikan Jepang itu akan berakhir di penghujung musim 2025. Untuk mempersiapkan melepas Honda, Horner dan koleganya sudah mendirikan divisi Red Bull Powertrain untuk membuat mesin. Dan di situlah Ford akan hadir.

Red Bull Ford Sauber F1

Ford sendiri tidak membantah. Dikutip dari Crash, Mark Rushbrook, bos Ford Performance, divisi pembuat mobil kencang mengatakan, “F1 (sekarang) memiliki perkembangan yang kuat. Baik di Amerika Serikat ataupun global. Balapannya makin seru. Dan mereka juga bisa menggaet target (penonton) baru melalui acara TV Drive to Survive.”

Rushbrook juga bilang kalau Ford ikut balapan demi menciptakan sebuah inovasi, transfer teknologi dan kesempatan belajar. “Juga potensi marketing yang bagus,” tambahnya.

Kalau Anda mengikuti F1, tentu paham kalau Ford bukanlah nama yang asing di ajang balapan pemuncak ini. Terakhir mereka turun balapan adalah tahun 2004 dengan membawa nama Jaguar. Waktu itu Jaguar berada di bawah kendali Ford Motor Company. Ironisnya, setelah musim tersebut, Ford melepas Jaguar ke Tata Motors. Mereka jual tim F1-nya ke Red Bull Racing.

Selain Ford, Porsche juga sempat benegosiasi dengan Red Bull Racing. Namun gagal karena dikatakan Porsche terlalu banyak maunya.

Brad Binder KTM

KTM Gandeng Tim F1 Kembangkan Aerodinamika Motor MotoGP

Bagi tim Red Bull KTM Factory Team, musim 2022 yang lalu cukup ‘berwarna’. Berkat dua kemenangan yang diraih oleh pembalap Miguel Oliveira. Hasilnya, mereka bertengger di urutan keempat klasemen akhir. Tentunya, target juara dunia masih harus diraih.

Untuk mencapai itu, KTM mencoba memperbaiki kekurangan, terutama di bagian aerodinamika. Tidak tanggung, mereka menggandeng tim juara dunia F1, Red Bull Racing untuk membantu. Ini bisa terjadi karena sama-sama berada di bawah naungan Red Bull.

Pit Beirer, pimpinan motorsport KTM menjelaskan seperti apa kerjasama antara keduanya. “Sederhana saja. Mereka yang mengembangkan, kami pasang di motor,” ujar Beirer seperti dikutip dari Autosport.

KTM MotoGP

“Saya tidak bisa bilang detailnya bagaimana. Tapi bisa saya pastikan, ini pengalaman yang luar biasa. Kami bertemu dengan orang-orang hebat di sana. Benar-benar sebuah ‘refreshing’ bagi kami. Banyak ide-ide segar, cara kerjanya profesional dan pengetahuan mereka jempolan,” paparnya.

Hal seperti itu yang membuat Beirer dan timnya merasa menikmati kerjasama tersebut. Meskipun, ia mengakui kalau hasilnya tidak akan bisa instan. “Ini adalah program jangka panjang, dimana mereka akan (terus) membantu kami mengembangkan aerodinamika motor.”

Pengaruh F1 Makin Meluas

Hadirnya Red Bull Racing di MotoGP bukan yang pertama. Beberapa tahun belakangan, perpindahan personel dari F1 ke MotoGP juga makin sering. Mantan Sporting Director Ferrari, Massimo Rivola direkrut oleh Aprilia untuk jadi CEO. Di bawah komandonya, banyak insinyur F1 yang bertugas di paddock MotoGP Aprilia.

Dari kubu Yamaha juga begitu. Bekas kepala departemen mesin dan elektrikal Ferrari F1 ini direkrut bersama beberapa mantan engineer F1, untuk mengembangkan mesin Yamaha MotoGP. Salah satu idenya adalah menempelkan mesin V4 untuk musim 2023. Sesuatu yang belum pernah dipakai oleh pabrikan Jepang ini. Meski akhirnya tidak jadi.

KTM Mandalika

Makin banyaknya orang F1 di MotoGP jadi perhatian Beirer. Ia menekankan ada perbedaan F1 dan MotoGP yang tidak bisa dilanggar. Terutama soal sumber daya. “Di F1 angka nol-nya lebih banyak. Kalau di MotoGP bisa dikerjakan oleh 10 orang, F1 perlu 100. Mereka 9F1) berada di kondisi pendanaan dan sumber daya yang berbeda.”

“Sebagai manajer di tim MotoGP, melihat F1 itu seperti anak-anak di toko permen. Semuanya terlihat keren dan ingin dibawa pulang. Kalau semua dibawa, anggaran bisa bengkak,” kata mantan pembalap motorcross ini. Intinya, ini MotoGP, bukan F1, jadi pola pikirnya harus disesuaikan. Dan tentunya itu tidak mudah.

Foto: MotoGP