Sportbike Kawasaki Tanpa Asap, Bisa Buat Harian

Tahun 2023 merupakan kejutan dan gebrakan baru dari Kawasaki yang mulai merambah pasar sepeda motor listrik. Banyak yang terkesima sekaligus penasaran saat brand asal Jepang ini meluncurkan Ninja e-1 dan Z e-1. Bisa dikatakan hadirnya dua model sportbike terbaru ini sebagai tanda perubahan besar Kawasaki menuju era mobilitas elektrifikasi.

Sangat jelas, Kawasaki tengah melakukan langkah strategis. Permintaan pasar terhadap motor listrik meningkat cukup pesat, terutama di Eropa dan Inggris serta kawasan Asia Tenggara. Rasa penasaran kami pun terjawab saat PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI) gelar sesi test ride Ninja dan Z e-1 (6/5/2024). Keduanya merupakan sepeda motor listrik model sport pertama dari brand Jepang yang dipasarkan di Indonesia.

Ninja Penghisap Elektron

Dalam hal desain, Kawasaki mengambil basis dari model Ninja 400 dan naked bike Z400. Keduanya merupakan model entry-level yang tampilannya ala moge. Jadi dapat dipastikan, sportbike Kawasaki Ninja e-1 dan Z e-1 punya daya pikat yang jadi modal untuk menggaet para calon konsumen.

Sepeda motor listrik ini lebih ditujukan bagi level pemula. Sebagai sistem penggerak menggunakan motor elektrik brushless. Output tenaganya 6 kW (sekitar 6,7 hp) dengan torsi puncak sebesar 29 Nm. Jika saklar fitur E-boost pada setang kanan diaktifkan, output maksimum akan meningkat jadi 9 kW (12 hp). Top speed mampu mencapai 99 km/jam.

Perlu diingat, fitur E-boost hanya bisa digunakan temporer selama 15 detik. Lebih dari itu, berisiko membuat motor penggerak jadi panas akibat kelebihan beban arus listrik. Bahkan motor elektrik bisa terbakar.

Terdapat dua mode daya yakni Road dan Eco. Sedangkan mode Walk digunakan saat parkir. Pada mode Eco, laju berkendara sangat santai dan suara motor elektriknya pun senyap. Suara desing motor elektrik mulai terdengar saat melaju di atas 40 km/jam.

Mode daya Eco cocok untuk pengendaraan dalam kota, terutama saat berada di kemacetan lalu lintas yang merayap. Kecepatan maksimun dibatasi hanya 64 km/jam agar konsumsi daya listrik baterai lebih hemat dan efisien.

Bisa Menemani Jalan Kaki

Pada mode Road, kecepatan berkendara normal layaknya skuter elektrik (skutrik) maupun skuter matik (skutik) kelas 110-125 cc. Bisa tembus di kisaran 88 km/jam.

Khusus untuk mode Walk, Anda bisa maju dan mundur dengan kecepatan 1-3 km/jam alias merayap perlahan. Sangat membantu ketika masuk maupun keluar area parkir. Saat putaran gas ditutup, terasa gejala mirip engine brake. Hal ini menandakan sistem penyimpanan daya regeneratif ketika terjadi deselerasi sedang bekerja.

Pasokan daya listrik bersumber dari dua buah baterai Li-ion 50.4 V / 30 Ah yang terpasang pada tangki. Kedua baterai dapat dilepas dengan mudah, jadi bisa hanya menggunakan satu baterai. Dengan dua buah baterai, jarak tempuh mampu mencapai kisaran 65-70an km (Road). Untuk mode Eco tentu saja jaeak tempuh maksimumnya bisa lebih jauh.

Waktu pengisian ulang daya baterai hingga penuh dengan fast charger sekira 3,5 jam. Sedangkan pengisian daya dari 20 persen hingga 80 persen menggunakan fast charger, hanya butuh waktu sekitar 1,5 jam. Cukup praktis dan perlu menunggu terlalu lama, sehingga cocok untuk penggunaan harian.

Motor Harian Dan Plesiran

Seperti apa sensasi naik sepeda motor listrik seharga Rp 140 jutaan ini? Itu adalah pertanyaan yang muncul saat pertama kali melihat Ninja e-1 dan Z e-1. Apakah rasanya sama seperti versi peminum bensin?

Ninja e-1 yang sepintas tampilannya mirip Ninja 250. Naked bike Z e-1 pun tak beda jauh dengan Z 250. Rangka keduanya pun model tralis baja, tapi telah disesuaikan untuk dudukan baterai dan motor elektrik penggerak.

Spek kaki-kaki pun mirip Ninja 250 FI maupun Z 250. Garpu depan teleskopik 41 mm. Suspensi belakang model monoshock Uni-trak dengan setelan preload. Setup suspensi khas sportbike pada kedua sepeda motor listrik ini diramu agar tetap stabil saat melaju maupun bermanuver pada kecepatan tinggi.

Peleknya pun modelnya mirip seperti versi bensinnya. Ban standar menggunakan lansiran IRC ukuran 100/80-17 (depan) dan 130/70-17 (belakang).

Dengan tinggi jok 785 mm, posisi riding masih cukup nyaman untuk ukuran orang Asia yang rata-rata posturnya 165-170 cm. Untuk para rider berpostur jangkung pun posisi kaki tak terlalu menekuk bagian lutut.

Posisi setang Ninja e-1 pun tak beda dari Ninja 250 FI, sehingga tubuh tak terlalu merunduk. Demikian halnya dengan naked bike Z e-1, posisi riding identik dengan Z 250. Posisi berkendara tak membuat tubuh lekas lelah, terutama area pinggang, lengan serta lutut.

Demikian pula bobotnya yang 150 kg, tak terlampau berat dan setara sportbike kelas 250 cc. Saat bermanuver melibas tikungan, rider tetap bisa mengendalikan dengan mudah. Kedua sepeda motor listrik terbaru Kawasaki ini memang cocok untuk riding harian dalam kota yang kerap bermacet ria. Bahkan Anda bisa plesiran senang-senang dengan sportbike tanpa asap ini.

Konsumen bisa membeli sportbike Kawasaki ini secara inden. Pasalnya stok unit yang tersedia terbatas. Harga Ninja maupun Z e-1 untuk masing-masing model Rp 149,9 juta, OTR Jakarta. Nah, mau pilih yang mana?

Suzuki RGR 150, Sportbike Idaman Kawula Muda Era ’90an

Kita sedikit bernostalgia ke era ’90an. Pada saat itu, Suzuki memiliki sportbike yang sangat populer dan kondang di Indonesia, RGR 150.

Motor yang kerap disebut “Suzy Er Ji (RG)” ini hadir pertamakali di Indonesia pada Februari 1990 dengan model Sprinter. Motor sport dengan mesin 2-tak ini diimpor dari Thailand secara CBU oleh PT Suzuki Indomobil Sales selaku APM Suzuki di Indonesia.

Sementara di negara asalnya yakni Thailand, motor ini dipasarkan dengan label RG-V 150 SS. Lalu di Malaysia dikenal dengan nama Suzuki TXR 150.

Desainnya yang ramping dan sporty terinspirasi dari sportbike Suzuki GSX 1100 S Katana yang populer pada era ’80an. Kedatangan RGR 150 menjadi kegembiraan bagi para penggemar sportbike, yang sebelumnya hanya dapat mengagumi motor Katana lewat majalah atau poster di dinding kamar mereka.

Ada tiga generasi yang dipasarkan di Indonesia mulai tahun 1990 hingga 1997.

Suzuki RGR 150 Spinter (1990-1992)

RGR 150 generasi pertama dikenal dengan julukan RG (er ji) Sprinter dengan lampu rem dan sein belakang terpisah. Seperti pada motor bebek Suzuki Sprinter.

Body ramping dengan half-fairing plus cover mesin alias under cowl membuat tampilannya terlihat sporty dan keren. Spidometernya pun keren. Tak heran jika Er Ji begitu digandrungi oleh anak muda. 

Dibanding kompetitor seangkatannya yang masih bermesin 125 cc-135 cc, mesin 150 cc yang diusung RGR jelas lebih besar. Swing arm belakangnya pun sudah menggunakan monoshock.

Teknologi yang dibekalkan juga terbilang paling canggih di zamannya. Mulai dari SIPC (Suzuki Intake Pulse Control) yang mengontrol pasokan bensin sesuai kebutuhan mesin. Lalu ada SSS (Suzuki Super Scavenging System) yang berfungsi memberi asupan udara ekstra saat mesin berada di rpm tinggi.

Mesin 2-tak berkapasitas 147 cc (dibulatkan jadi 150 cc) tanpa radiator yang diusung memiliki rasio kompresi lumayan tinggi, 7,0:1. Pengabutan bensin dan udara menggunakan karburator Mikuni VM26SS. Pengapian telah menggunakan CDI, namun sistem kelistrikan hanya 6V.

Output tenaga maksimumnya 24,2 hp di putaran mesin 10.000 rpm, dengan torsi maksimun 17,2 Nm pada 8.500 rpm.

Produksinya berakhir pada tahun 1992. Tahun berikutnya, muncul generasi kedua.

Suzuki RGR 150 Crystal (1993-1995)

Pada generasi kedua, body RGR 150 telah memakai full fairing yang ramping. Lampu rem dan sein belakang sudah jadi satu, modelnya persis seperti pada bebek Suzuki Crystal. Dari sinilah muncul julukan RGR 150 Crystal.

Pada Er Ji gen-2 ini ada dua generasi variant body. Versi pertama (1993) panel body belakangnya masih terpisah seperti pada gen-1. Versi kedua (1994-1995) panel body mulai dari bawah tangki sampai belakang sudah tanpa sambungan.

Dua generasi awal, Er Ji tak hanya populer di kalangan anak nongkrong kota-kota besar di Indonesia. Er Ji pun sangat disegani di berbagai ajang kejuaraan road race. Tak hanya di Indonesia, namun juga di Malaysia dan Thailand.

 

Usia produksi gen-2 ini hanya sampai akhir tahun 1995.

Suzuki RGR 150 Tornado/Jumbo (1996-1997)

Pada generasi ketiga, RGR 150 mengalami perubahan besar. Body, frame dan fairingnya lebih besar, mirip Suzuki RG-V 250. Karena bodynya yang bongsor inilah maka muncul julukan “Jumbo”. Nah, soal kenapa disebut Tornado, karena lampu belakangnya sudah model semi oval seperti bebek 2-tak Suzuki Tornado GS 110.

Mesin pun mengalami perubahan teknologi. Tak hanya dilengkapi radiator, namun juga dibekali perangkat AETC (Automatic Exhaust Timing Control) seperti pada Suzuki RG-V 250.

Pada rpm rendah, katup otomatis lubang saluran keluar akan menjaga aliran gas buang tidak loss agar torsi mesin tetap terjaga. Pada putaran mesin di atas 7.000 rpm, katup akan membuka penuh dan membebaskan aliran gas buang.

Hanya saja, RGR 150 gen-3 untuk Indonesia lebih banyak beredar versi tanpa radiator. Nah, sistem kelistrikan pada gen-3 telah berubah menjadi 12V.

Tabung knalpotnya yang lebih besar dan karbu baru Mikuni TM28SS membuat tenaganya meningkat menjadi 38 hp. Torsi maksimum 24 Nm yang dicapai pada 10.000 rpm. Dengan transmisi manual 6-speed close ratio dan limiter di 12.500 rpm, top speednya dibatasi hanya 180 km/jam. Edan…!

Konsekuensinya, tak perlu kaget kalau konsumsi BBM-nya kurang dari 10 km/liter.

Er Ji gen-3 masuk ke Indonesia hanya sampai 1997. Krisis ekonomi yang melanda Tanah Air di tahun 1998 membuat pihak APM tak lagi mendatangkannya ke Indonesia.

Tidak bisa dipungkiri, motor 2-tak ini sempat menjadi simbol kejayaan pemiliknya. Kini, harganya pun melambung tinggi, atas nama motor nostalgia.