BMW iX5 hydrogen di Jepang

Memahami Maksud Kehadiran 100 Unit BMW iX5 Hydrogen

Kami mendengar kehadiran BMW iX5 Hydrogen pada Februari lalu. Waktu itu tidak terlalu memperhatikan karena toh, hidrogen bukan bahan bakar yang populer di Indonesia. Namun karena BMW Indonesia mengundang kami mengunjungi BMW Group Tokyo Bay dan menghadiri sesi seminar soal Hidrogen, X5 elektrik ini jadi masuk ‘radar’ kami.

Sayangnya, tidak ada kesempatan untuk mencoba. Namun salah satu kolega kami dari Singapura mengatakan mobil ini mumpuni. Rasanya seperti mobil listrik BMW yang lain. Tapi tidak perlu waktu lama untuk isi ulang baterai. Ia mencobanya di kawasan Eropa, yang infrastruktur pengisian H2 sudah lebih siap. Meski belum banyak.

Seperti yang pernah kami tulis, kehadiran BMW X5 FCEV ini melengkapi jajaran mobil listrik pabrikan Jerman tersebut. Hidrogen dirasakan sebagai bahan bakar alternatif yang sebetulnya lebih menarik dari listrik. Bahkan saat ini, regulator di Uni Eropa mengharuskan pabrikan membuat paling tidak satu varian, yang bersumber energi H2. Masuk akal, karena membuat komponen utama sebuah FCEV lebih mudah, plus prosesnya ramah lingkungan.

Laboratorium Berjalan

Interior BMW iX5 Hydrogen

Kembali ke BMW iX5 Hydrogen, BMW hanya membuat sebanyak 100 unit. Itupun belum dijual untuk umum. FCEV ini bertugas sebagai laboratorium bergerak. Tujuannya memantapkan pemanfaatan H2 sebagai energi untuk motivasi kendaraan harian. Keseratus mobil tersebut disebar di seluruh penjuru dunia muai dari Eropa, Korea Selatan, Jepang, Cina, Amerika Serikat dan TImur Tengah.

Deretan iX5 Hydrogen itu juga akan berpartisipasi dalam pengembangan teknologi kendaraan H2 di kawasannya masing-masing. Terutama dalam mengembangkan teknologi pengisian ulang hidrogen dengan tekanan hingga 700 bar, untuk berbagai jenis kendaraan. Mulai dari kendaraan perkotaan hingga komersial.

Untuk melancarkan proses di atas, BMW melakukan menerapkan pendekatan ‘Open Technology”, yang bisa menyesuaikan dengan regulasi, kondisi politik dan ketersediaan infrastruktur di setiap regional. Dengan pendekatan ini, BMW mengklaim bisa dengan cepat menyesuaikan mobilnya sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Lebih Ringan Dari BEV

Layout BMW iX5

Di balik body, terpasang tangki hidrogen berkapasitas 6 kg dengan tekanan 700 bar. Hidrogen kemudian dialihkan ke fuel cell di bawah kap mesin, untuk dikonversi bersama oksigen menjadi listrik yang disimpan di baterai. Fuel cell tadi memiliki output hingga 125 kW. Daya elektrik tersebut mengerakan eDrive generasi kelima yang menjalankan iX5 bongsor ini.

Menurut BMW, eDrive tersebut menghasilkan tenaga hingga 401 hp. Jarak tempuhnya, dklaim 504 km dengan top speed dibatasi 185 km/jam. Dr Jurgen Guldner, General Program Manager Hydrogen Technology BMW Group menegaskan bobot iX5 juga lebih ringan 100 kg daripada mobil listrik berbasis baterai (di kelasnya). Ia mengatakan berat mobil ini setara dengan BMW X5 versi PHEV.

Menarik. Tenaga sebesar itu dan emisi yang dihasilkan adalah air ditambah saat proses pembuatan mobil, dampak terhadap lingkungan juga bisa diminmalisir. Sayangnya, kondisi di Indonesia sekarang sangat fokus untuk pengadaan kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB). Melihat segala kelebihan yang bisa disediakan oleh kendaraan berbahan bakar hidrogen, tentunya kita tidak bisa menutup mata mengenai hal ini. 

Apalagi, melihat beberapa negara sudah mulai mengaplikasikan, Indonesia juga pasti bisa. Sayangnya, kita terlalu fokus pada mobil listrik. 

 

 

BMW iX5 Hidrogen

BMW Angkat Bicara Soal Mobil Hidrogen di Tokyo

Dilema antara mobil listrik berbasis baterai dan mobil listrk hidrogen sepertinya masih akan berlangsung. Paling tidak di beberapa negara maju, contohnya di Jepang. Kami ada di negeri matahari terbit ini atas undangan BMW Indonesia.

Salah satu agendanya adalah pemaparan soal penggunaan hidrogen untuk penggerak mobil listrik BMW. Ada dua hal menarik yang diungkap. Pertama mereka menampilkan BMW iX5 Hydrogen. Mobil ini dihadirkan sebagai bahan studi para engineer BMW. Kedua, tentunya soal kesiapan BMW dan kendala ketersediaan hidrogen di Jepang dan global.

Sistem kerja Hidrogen BMW

Untuk yang belum pernah dengar mobil listrik hidrogen adalah mobil listrik yang menggunakan fuel cell (FCEV/Fuel Cell Electric Vehicle) untuk menghasilkan listrik yang disimpan di baterai. Gambarannya seperti di atas. Hidrogen memicu fuel cell untuk menghasilkan listrik melalui reaksi yang disebut Redox, hasil pencampuran hidrogen dan oksigen. Listrik kemudian disimpan di baterai lalu menggerakkan motor listrik. 

Keuntungannya, hidrogen bisa diisi ulang di stasiun pengisian biasa seperti isi BBM. Tidak seperti isi ulang menggunakan SPKLU atau wall charger yang perlu waktu lama. Beda dengan BEV biasa, kan? 

Gandeng Yang Berpengalaman

Jepang memang harus diakui, pemimpin di bidang pengembangan dan penggunaan hidrogen sebagai pendukung mobilitas. Kami mengamati, selain kendaraan pribadi, angkutan umum terutama bis sudah menggunakan teknologi ini. Di lokasi JMS 2023 juga dipamerkan kendaraan komersial hingga off roader berlogo H2 (hidrogen). 

Diskusi BMW Hidrogen

Toyota, adalah yang paling sukses dengan hal ini. Karena itu, BMW menggandeng pabrikan Jepang tersebut untuk mengembangkan kendaraan FCEV hidrogen. Meskipun diakui, pengadaan hidrogen ini tidak mudah. Sebagai contoh, di Jepang sendiri punya 164 sarana pengisian H2. 133 lokasi tetap, sisanya bersifat mobile (fasilitas pengisian bergerak). Secara global, tempat pengisian hidrogen baru ada 1.070 stasiun. 

Namun BMW tetap optimis. Dikatakan, hidrogen adalah pelengkap di era elektrifikasi. Alternatif untuk mereka yang memerlukan kendaraan ramah lingkungan selain mobil (atau motor) yang keberatan kalau listrik rumah dipakai juga untuk recharging baterai kendaraan EV-nya. Juga lebih fleksibel berkat kemudahan pengisian ulang tadi.

Mudah Daur Ulang

Selain itu, menurut Dr Jurgen Guldner, General Program Manager Hydrogen Technology BMW Group, penggunaan FCEV hidrogen memiliki lebih banyak keuntungan dibanding BEV. Ia mencontohkan, pengadaan dan daur ulang material yang diperlukan untuk membentuk sebuah penggerak FCEV. Pertama, mobil bisa lebih ringan hingga 100 kg karena dimensi dan bobot fuel cell dan baterai lebih ringkas. Kedua, kebutuhan material mentah untuk membuat baterai, 90 persen lebih sedikit dibanding baterai EV biasa.   Terakhir, dipaparkan Dr Jurgen, bahan utama fuel cell, platinum, sudah sangat mudah untuk didaur ulang. 

BMW iX5

Jadi, jangan melihat FCEV dengan sumber energi H2 sebagai pengganti kendaraan listrik yang biasa Anda lihat sekarang. Tapi suatu saat nanti, kami yakin, kedua jenis EV ini akan berjalan berdampingan. Pembedanya adalah BEV sudah lebih dulu berlari kencang. Sedangkan FCEV masih dalam tahap pematangan. Tapi negara-negara Eropa sudah mewajibkan setiap merek kendaraan di benua itu untuk memiliki model FCEV berdampingan dengan BEV. Paling telat 2030. Artinya, benua itu juga mau tidak mau harus punya stasiun pengisian hidrogen.

Sepertinya, ini akan jadi masa depan yang bagus. Apalagi, hidrogen juga bisa digunakan untuk menghidupkan mesin ICE, seperti yang sedang diriset oleh Toyota. 

 

 

BMW iX5 Bahan Bakar Hidrogen Bisa Bertahan Di Gurun Pasir

Pembatasan emisi gas buang kendaraan kian ketat diberlakukan di sejumlah negara. Mobil bermesin konvensional peminum bahan bakar minyak yang dianggap menebar polusi pun akan segera disuntik mati. Ya, secara perlahan namun pasti. Pabrikan otomotif dunia mau tidak mau terpaksa harus mempersiapkan diri dengan teknologi alternatif. Sebagai ancang-ancang jika saatnya telah tiba.

Saat ini mobil listrik (EV) bertenaga baterai diposisikan sebagai alternatif pengganti mesin konvensional.

Namun demikian, pabrikan otomotif tak dapat begitu saja meniadakan mesin bermotor bakar. Telah ada sejumlah teknologi alternatif yang diklaim cukup ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan pada kendaraan bermesin motor bakar. Mulai dari modul hybrid ringan, plug-in hybrid (PHEV), dan sel bahan bakar sintetis.

Hidrogen Jadi Bahan Bakar Alternatif

Dibandingkan dengan mobil listrik atau hybrid, teknologi sel bahan bakar sintetis sebagai pengganti bahan bakar berbahan fosil mungkin kurang populer. Namun inilah yang justru mulai dilirik dan dikembangkan oleh produsen mobil. Salah satunya yakni bahan bakar hidrogen.

Lambannya perkembangan teknologi sel bahan bakar hidrogen lantaran biaya risetnya sangat mahal. Selain itu, pengaplikasian pada mobil pun jauh lebih rumit dari mobil listrik.

Namun demikian, pabrikan otomotif seperti Porsche, Toyota dan BMW cukup intens melakukan riset dan pengembangan. Toyota pun telah membuktikannya dengan Corolla dan Hilux bertenaga hidrogen. Kini giliran BMW yang melakukan pembuktian.

BMW iX5 Bertenaga Hidrogen

Prototype mobil hidrogen berbasis Toyota Hilux yang baru saja diuji memanfaatkan teknologi dari Mirai. Lain halnya dengan BMW. Pabrikan asal Jerman ini melakukan pengujian teknologi pada crossover yang diberi nama iX5 Hydrogen.

Tak hanya satu atau dua unit, tapi satu armada. Sejumlah unit prototype diuji di beberapa lokasi yakni di Eropa, Jepang, Korea Selatan, China, Timur Tengah dan Amerika Serikat.

Suhu Udara Bagaikan Oven

Yang paling menarik perhatian yakni unit prototype yang tengah diuji coba secara intensif di kawasan Timur Tengah.

Karena sifat Hidrogen adalah mudah menguap, maka uji coba yang dilakukan di gurun pasir Uni Emirat Arab sangatlah penting. Kelembaban udara di tempat ini sangat tinggi. Suhu udaranya yang mencapai 45 derajat Celsius bagaikan oven.

Unit kendaraan yang diujicoba dilengkapi sejumlah tangki hidrogen berbahan CRFP (carbon-fiber-reinforced plastic). Material komposit berbasis serat karbon yang diperkuat dengan campuran plastik polimer. Saat berisi hidrogen, setiap tangki memiliki bobot total sekira 6 kg.

Pada mobil yang diuji oleh BMW ini dilengkapi motor elektrik penggerak dan baterai sebagai sumber pasokan daya listrik. Sel bahan bakar hidrogen akan diubah menjadi energi listrik sebagai pengerak motor elektrik. Ya, prinsip kerjanya hampir sama seperti Toyota Corolla H2.

Seluruh sistem motor elektrik, baterai dan juga tangki hidrogen pada mobil ini dilengkapi sistem pendingin. Jadi, pengujian pada suhu ‘edan’ di gurun Uni Emirat Arab bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif kinerja sistem pendinginan yang dibekalkan di iklim kering dan panas.

Memang mobil hidrogen yang diuji oleh BMW ini sukses bertahan di ganasnya gurun pasir Uni Emirat Arab. Namun belum dapat dipastikan apakah mobil berbahan bakar sel hidrogen ini bakal segera diproduksi.

Sebagai gambaran, BMW iX5 yang saat ini tengah diuji dilengkapi motor elektrik penggerak eDrive berdaya 401 hp. Dikatakan daya jelajahnya mampu mencapai hingga 504 km berdasarkan standar siklus pengujian WLTP yang menjadi acuan bagi pabrikan otomotif di Eropa.

Jika memang benar-benar akan diproduksi, maka kian bertambah lagi alternatif mobil ramah lingkungan yang dapat dipertimbangkan oleh para konsumen. Tentu saja tidak dalam waktu dekat…