Honda CR-V e:FCEV, Hasil Kombinasi BEV Dan Sel Bahan Bakar Hidrogen

Pabrikan otomotif tak hanya fokus pada mobil listrik. Pengembangan tahap lanjut teknologi sel bahan bakar hidrogen telah mulai kelihatan hasilnya. Bagaimana jika kedua teknologi tersebut dikombinasikan dalam sebuah mobil? Tentu saja bisa. Bahkan penerapannya sudah dilakukan Honda Motors pada CR-V e:FCEV yang baru saja diperkenalkan di Amerika Serikat.

Teknologi sel bahan bakar hidrogen pada mobil ini merupakan hasil kerjasama antara Honda Motors dan General Motors (GM). Pengembangan teknologi sel hidrogen tersebut dilakukan melalui sebuah perusahaan patungan bernama Fuel Cell System Manufacturing (FCSM) yang berlokasi di Michigan, AS.

Honda CR-V e:FCEV

Proses perakitannya sudah mulai dilakukan di fasilitas Performance Manufacturing Center milik Honda Motors yang berlokasi di Marysville, Ohio, AS.

Honda CR-V e:FCEV menjadi mobil bebas emisi pertama di AS yang mengkombinasikan teknologi sel bahan bakar hidrogen serta baterai berukuran besar dengan kemampuan plug-in charging.

Beda Dengan CR-V Biasa

Sebuah motor elektrik penggerak terpasang di poros roda depan. Output daya yang dihasilkan sebesar 130 kW atau setara 174 hp. Torsi maksimumnya cukup besar yakni 311 Nm.

 

Mobil ini dibekali fuel cell 92.2kW yang terhubung ke tangki hidrogen kapasitas 4,3 kg. Sedangkan pasokan energi listrik tersimpan di baterai 17.7 kWh.

 

 

Karena ketambahan komponen, bobot mobil jadi berubah banyal. Para engineer di Honda pun melakukan sejumlah penyesuaian pada konstruksi sasis dan suspensi CR-V. 

 

Yang cukup menarik, CR-V e:FCEV dapat difungsikan sebagai sumber pasokan daya listrik. Mirip genset darurat. Terdapat soket listrik 110V (voltase di AS) yang dapat terhubung ke sistem kelistrikan rumah dan mengalirkan daya listrik sebesar 1.500 watt. Cukup besar juga.

 

Berdasarkan standar EPA yang berlaku di AS, jarak jelajah maksimum Honda CR-V e:FCEV dikatakan 435 km. Jika murni menggunakan daya baterai, jarak tempuhnya 47 km.

 

 

Sebagai tahap uji pasar, Honda akan menerapkan sistem kontrak sewa bagi konsumen AS yang berminat pada CR-V e:FCEV. Sistem tersebut berlaku untuk konsumen yang berdomisili di California, dalam beberapa bulan mendatang

 

Chairman Toyota, Akio Toyoda

Di Balik Komitmen Toyota Kembangkan Mesin Mobil Konvensional

Saat pabrikan lain mulai menggeser fokus pengembangan ke mobil listrik, Toyota punya pandangan berbeda. Mereka meyakini mesin konvensional masih punya potensi. Dan tetap komitmen untuk membuat mesin Toyota konvensional baru. 

Hal ini dsampaikan oleh Chairman Toyota, Akio Toyoda pada acara Toyota Group Vision Briefing akhir Januari lalu. “Mobil listrik berbasis baterai (BEV) bukan satu-satunya cara untuk mencapai netralitas karbon,” tegas Toyoda. “Kami akan terus membuat mesin konvensional karena (mesin tersebut) juga memainkan peranan penting dalam mencapai netralitas karbon.” Akio juga menegaskan, pihaknya tengah menjalankan pengembangan mesin terbaru.

Komitmen Toyota ini merupakan bagian dari program Multi Pathway yang dijalani pabrikan Jepang tersebut. Dimana mereka mengembangkan berbagai cara untuk menekan emisi. Baik yang keluar dari produknya, atau saat proses produksi. Makanya, mereka akan punya produk mobil listrik, hybrid (HEV atau PHEV), mobil bahan bakar hidrogen hingga yang bermesin pembakaran internal biasa. Pertimbangan ini juga didasari karena tidak semua pasar memiliki kemampuan untuk menyerap kendaraan dengan energi alternatif.

Mobil hidrogen Toyota

Toyoda juga mengatakan, sektor kendaraan komersial yang sangat potensial untuk penggunaan mesin pembakaran internal, dengan bahan bakar hidrogen. Yang ini, Toyota, BMW, Hyundai dan Mazda sedang serius mendalami dan mengembankan.

Assessment yang dilakukan Toyota mengatakan bahwa mobil listrik hanya akan mencapai pangsa pasar sebesar 30 persen. Terlepas dari seberapa maju teknologi yang dimiliki. Agak mengkhawatirkan karena para pemangku keputusan di dunia telah memutuskan melarang penjualan kendaraan dengan pembakaran internal dalam waktu dekat. Contohnya di Eropa yang akan memberlakukan aturan tersebut mulai 2035.

Benar atau tidak prediksi dan komitmen Toyota ini, hanya akan bisa dijawab oleh waktu. Sementara itu, tetap tidak ada salahnya mempertimbangkan punya kendaraan dengan energi alternatif seperti hybrid, plug-in hybrid dan listrik.

BMW iX5 hydrogen di Jepang

Memahami Maksud Kehadiran 100 Unit BMW iX5 Hydrogen

Kami mendengar kehadiran BMW iX5 Hydrogen pada Februari lalu. Waktu itu tidak terlalu memperhatikan karena toh, hidrogen bukan bahan bakar yang populer di Indonesia. Namun karena BMW Indonesia mengundang kami mengunjungi BMW Group Tokyo Bay dan menghadiri sesi seminar soal Hidrogen, X5 elektrik ini jadi masuk ‘radar’ kami.

Sayangnya, tidak ada kesempatan untuk mencoba. Namun salah satu kolega kami dari Singapura mengatakan mobil ini mumpuni. Rasanya seperti mobil listrik BMW yang lain. Tapi tidak perlu waktu lama untuk isi ulang baterai. Ia mencobanya di kawasan Eropa, yang infrastruktur pengisian H2 sudah lebih siap. Meski belum banyak.

Seperti yang pernah kami tulis, kehadiran BMW X5 FCEV ini melengkapi jajaran mobil listrik pabrikan Jerman tersebut. Hidrogen dirasakan sebagai bahan bakar alternatif yang sebetulnya lebih menarik dari listrik. Bahkan saat ini, regulator di Uni Eropa mengharuskan pabrikan membuat paling tidak satu varian, yang bersumber energi H2. Masuk akal, karena membuat komponen utama sebuah FCEV lebih mudah, plus prosesnya ramah lingkungan.

Laboratorium Berjalan

Interior BMW iX5 Hydrogen

Kembali ke BMW iX5 Hydrogen, BMW hanya membuat sebanyak 100 unit. Itupun belum dijual untuk umum. FCEV ini bertugas sebagai laboratorium bergerak. Tujuannya memantapkan pemanfaatan H2 sebagai energi untuk motivasi kendaraan harian. Keseratus mobil tersebut disebar di seluruh penjuru dunia muai dari Eropa, Korea Selatan, Jepang, Cina, Amerika Serikat dan TImur Tengah.

Deretan iX5 Hydrogen itu juga akan berpartisipasi dalam pengembangan teknologi kendaraan H2 di kawasannya masing-masing. Terutama dalam mengembangkan teknologi pengisian ulang hidrogen dengan tekanan hingga 700 bar, untuk berbagai jenis kendaraan. Mulai dari kendaraan perkotaan hingga komersial.

Untuk melancarkan proses di atas, BMW melakukan menerapkan pendekatan ‘Open Technology”, yang bisa menyesuaikan dengan regulasi, kondisi politik dan ketersediaan infrastruktur di setiap regional. Dengan pendekatan ini, BMW mengklaim bisa dengan cepat menyesuaikan mobilnya sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Lebih Ringan Dari BEV

Layout BMW iX5

Di balik body, terpasang tangki hidrogen berkapasitas 6 kg dengan tekanan 700 bar. Hidrogen kemudian dialihkan ke fuel cell di bawah kap mesin, untuk dikonversi bersama oksigen menjadi listrik yang disimpan di baterai. Fuel cell tadi memiliki output hingga 125 kW. Daya elektrik tersebut mengerakan eDrive generasi kelima yang menjalankan iX5 bongsor ini.

Menurut BMW, eDrive tersebut menghasilkan tenaga hingga 401 hp. Jarak tempuhnya, dklaim 504 km dengan top speed dibatasi 185 km/jam. Dr Jurgen Guldner, General Program Manager Hydrogen Technology BMW Group menegaskan bobot iX5 juga lebih ringan 100 kg daripada mobil listrik berbasis baterai (di kelasnya). Ia mengatakan berat mobil ini setara dengan BMW X5 versi PHEV.

Menarik. Tenaga sebesar itu dan emisi yang dihasilkan adalah air ditambah saat proses pembuatan mobil, dampak terhadap lingkungan juga bisa diminmalisir. Sayangnya, kondisi di Indonesia sekarang sangat fokus untuk pengadaan kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB). Melihat segala kelebihan yang bisa disediakan oleh kendaraan berbahan bakar hidrogen, tentunya kita tidak bisa menutup mata mengenai hal ini. 

Apalagi, melihat beberapa negara sudah mulai mengaplikasikan, Indonesia juga pasti bisa. Sayangnya, kita terlalu fokus pada mobil listrik. 

 

 

BMW iX5 Hidrogen

BMW Angkat Bicara Soal Mobil Hidrogen di Tokyo

Dilema antara mobil listrik berbasis baterai dan mobil listrk hidrogen sepertinya masih akan berlangsung. Paling tidak di beberapa negara maju, contohnya di Jepang. Kami ada di negeri matahari terbit ini atas undangan BMW Indonesia.

Salah satu agendanya adalah pemaparan soal penggunaan hidrogen untuk penggerak mobil listrik BMW. Ada dua hal menarik yang diungkap. Pertama mereka menampilkan BMW iX5 Hydrogen. Mobil ini dihadirkan sebagai bahan studi para engineer BMW. Kedua, tentunya soal kesiapan BMW dan kendala ketersediaan hidrogen di Jepang dan global.

Sistem kerja Hidrogen BMW

Untuk yang belum pernah dengar mobil listrik hidrogen adalah mobil listrik yang menggunakan fuel cell (FCEV/Fuel Cell Electric Vehicle) untuk menghasilkan listrik yang disimpan di baterai. Gambarannya seperti di atas. Hidrogen memicu fuel cell untuk menghasilkan listrik melalui reaksi yang disebut Redox, hasil pencampuran hidrogen dan oksigen. Listrik kemudian disimpan di baterai lalu menggerakkan motor listrik. 

Keuntungannya, hidrogen bisa diisi ulang di stasiun pengisian biasa seperti isi BBM. Tidak seperti isi ulang menggunakan SPKLU atau wall charger yang perlu waktu lama. Beda dengan BEV biasa, kan? 

Gandeng Yang Berpengalaman

Jepang memang harus diakui, pemimpin di bidang pengembangan dan penggunaan hidrogen sebagai pendukung mobilitas. Kami mengamati, selain kendaraan pribadi, angkutan umum terutama bis sudah menggunakan teknologi ini. Di lokasi JMS 2023 juga dipamerkan kendaraan komersial hingga off roader berlogo H2 (hidrogen). 

Diskusi BMW Hidrogen

Toyota, adalah yang paling sukses dengan hal ini. Karena itu, BMW menggandeng pabrikan Jepang tersebut untuk mengembangkan kendaraan FCEV hidrogen. Meskipun diakui, pengadaan hidrogen ini tidak mudah. Sebagai contoh, di Jepang sendiri punya 164 sarana pengisian H2. 133 lokasi tetap, sisanya bersifat mobile (fasilitas pengisian bergerak). Secara global, tempat pengisian hidrogen baru ada 1.070 stasiun. 

Namun BMW tetap optimis. Dikatakan, hidrogen adalah pelengkap di era elektrifikasi. Alternatif untuk mereka yang memerlukan kendaraan ramah lingkungan selain mobil (atau motor) yang keberatan kalau listrik rumah dipakai juga untuk recharging baterai kendaraan EV-nya. Juga lebih fleksibel berkat kemudahan pengisian ulang tadi.

Mudah Daur Ulang

Selain itu, menurut Dr Jurgen Guldner, General Program Manager Hydrogen Technology BMW Group, penggunaan FCEV hidrogen memiliki lebih banyak keuntungan dibanding BEV. Ia mencontohkan, pengadaan dan daur ulang material yang diperlukan untuk membentuk sebuah penggerak FCEV. Pertama, mobil bisa lebih ringan hingga 100 kg karena dimensi dan bobot fuel cell dan baterai lebih ringkas. Kedua, kebutuhan material mentah untuk membuat baterai, 90 persen lebih sedikit dibanding baterai EV biasa.   Terakhir, dipaparkan Dr Jurgen, bahan utama fuel cell, platinum, sudah sangat mudah untuk didaur ulang. 

BMW iX5

Jadi, jangan melihat FCEV dengan sumber energi H2 sebagai pengganti kendaraan listrik yang biasa Anda lihat sekarang. Tapi suatu saat nanti, kami yakin, kedua jenis EV ini akan berjalan berdampingan. Pembedanya adalah BEV sudah lebih dulu berlari kencang. Sedangkan FCEV masih dalam tahap pematangan. Tapi negara-negara Eropa sudah mewajibkan setiap merek kendaraan di benua itu untuk memiliki model FCEV berdampingan dengan BEV. Paling telat 2030. Artinya, benua itu juga mau tidak mau harus punya stasiun pengisian hidrogen.

Sepertinya, ini akan jadi masa depan yang bagus. Apalagi, hidrogen juga bisa digunakan untuk menghidupkan mesin ICE, seperti yang sedang diriset oleh Toyota. 

 

 

Toyota GR Corolla Jadi Lab Uji Bahan Bakar Hidrogen Cair

Ada pemandangan unik pada tes pra-musim seri kejuaraan balap ketahanan Super Taikyu di sirkuit Fuji Speedway, Jepang beberapa pekan lalu. Sebuah mobil balap Toyota GR Corolla berkelir putih dengan livery biru-kuning melesat kencang di trek sepanjang 5,999 km tersebut. Ini adalah penampakan kedua GR Corolla dengan warna ini. Yang pertama balapan di Thailand, dikemudikan langsung oleh Akio Toyoda, waktu itu.

Mobil ini ternyata menggunakan bahan bakar hidrogen cair. Tentunya mesin yang digunakan masih memadukan dengan penggunaan jus dinosaurus balap, belum sepenuhnya menggunakan hidrogen cair.

“Kami terus berusaha melakukan riset dan pengembangan mesin berbahan bakar hidrogen cair. Hanya saja masih terkendala pada suhu hidrogen cair yang harus berada pada kondisi -253 °C,” terang Masahiro Sasaki, test driver Toyota Corolla.

Tantangan Bahan Bakar Hidrogen Cair

Dalam kondisi cair, hidrogen tak membutuhkan tabung penyimpanan bertekanan tinggi. Lain halnya saat berwujud gas yang harus disimpan dalam tabung silinder bertekanan 10.000 psi. Dengan demikian, bentuk tangki penyimpanan hidrogen cair pada mobil dapat dirancang dengan lebih leluasa.

Yang jadi problem adalah hidrogen harus berada pada suhu -253 °C agar tetap dapat berwujud cair. Hal tersebut berlaku baik saat penyimpanan maupun pengisian.

Yang dikatakan oleh Masahiro Sasaki memang benar adanya. Saat ini yang menjadi tantangan dari bahan bakar hidrogen cair adalah sistem pengisian dan penyimpanannya yang harus dalam kondisi embrionik, alias dalam suhu amat rendah.

Sebuah tantangan tersendiri tentunya. Pasalnya, mobil balap harus melakukan beberapa kali pengisian ulang bahan bakar dengan cepat. Selain itu, hidrogen cair dapat mengalami penguapan akibat terjadi peningkatan suhu pada tangki.

Tentunya para perancang di Toyota perlu mendesain sistem pendingin tangki untuk menjaga suhu hidrogen cair agar tetap stabil.

Oleh sebab itulah mobil balap Toyota GR Corolla “Super Taikyu” menjadi ‘laboratorium’ uji coba Toyota dalam hal penanganan bahan bakar hidrogen cair.

Mobil Balap GR Corolla H2 Jadi Lab Berjalan

Di sepanjang Februari 2023, Toyota telah melakukan tiga kali pengujian dan simulasi di sirkuit Fuji Speedway. Tim balap Toyota berharap untuk dapat sukses berlaga pada seri Super Taikyu 2023 yang akan dimulai pada Maret ini.

Seperti pada keikutsertaan Toyota di seri Super Taikyu 2022 lalu, mobil balap GR Corolla menjadi lab berjalan pengembangan bahan bakar hidrogen cair.

Terlepas dari sejumlah tantangan yang ada, hidrogen cair memiliki energi 1,7 lebih besar dari bensin oktan tinggi. Dengan demikian, konsumsinya jauh lebih irit.

Oleh sebab itulah pemanfaatan hidrogen cair sebagai bahan bakar alternatif rendah emisi atau pendamping pada mesin pembakaran internal terus dikembangkan. Namun tak ada yang dapat menjamin dengan adanya bahan bakar alternatif yang rendah emisi seperti hidrogen cair, akan mengurangi ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil.

Setidaknya, bahan bakar hidrogen cair jauh lebih ramah lingkungan dan tak menguras isi perut bumi. Ya, tentu bila dibandingkan dengan mobil listrik yang baterainya masih sangat bergantung pada bahan mineral mahal seperti lithium, cobalt dan nikel dalam jumlah yang sangat banyak.