MAzda CX-60 Drive

Mazda CX-60, Berkenalan Dengan Mobil Anti-mainstream Modern

Eurokars Motor Indonesia (EMI) mengajak kami berjalan-jalan menguji produk terbaru mereka hari ini (16-18 Oktober 2023), Mazda CX-60. Tujuannya, apalagi kalau bukan membuktikan keunggulan SUV baru ini. Rute Jakarta-Semarang-Magelang-Semarang pun dipilih untuk kepentingan tersebut.

Seperti yang pernah kami ulas, Mazda percaya diri dengan mobil ini. Kami juga penasaran karena apa yang dibawa oleh CX-60 ini unik. Saat pabrikan lain berlomba membuat mobil compact dengan mesin seminimalis mungkin, berpenggerak roda depan, pabrikan Hiroshima, Jepang ini terbalik. Mereka membuat mobil besar, mesin enam silinder turbo 3,3 liter (plus mild hybrid). Berdiri di atas Large Platform, yang didesain untuk mobil penggerak roda belakang. Yang memungkinkan pemasangan sistem All Wheel Drive.

Jalur sepanjang 490 km kami tempuh hari ini, yang mayoritas jalan tol, jadi lahan untuk kami mencoba kekuatan mesin SKYACTIV-G terbaru berkapasitas 3,3 liter dengan enam ruang bakar. Turbocharger, mild hybrid 48 volt dan transmisi 8-speed melakukan orkestrasi yang memuaskan kami dalam mendapatkan kecepatan. Tenaga yang disalurkan ke ban mencapai 280 hp.

Pembuktian Awal

Mazda CX-60 ready to go

Jujur, kami merindukan mesin besar yang rasanya sudah cukup lama hilang dari sebuah mobil. Mazda CX-60 mengingatkan kembali bagaimana rasanya sebuah mesin enam silinder dengan kompresi tinggi bisa memuaskan adrenalin kapanpun, dimanapun. Kecepatan tinggi yang kurang pantas kami sebutkan dengan mudah diraih. Sulit rasanya mengingat kapan terakhir kali mengendari mobil yang energik seperti ini.

Masalahnya, untuk mengimbangi lontaran tenaga, chassis, utamanya bagian kaki, dibuat kaku. Akibatnya, mobil terasa keras terutama untuk bagian belakang. Jalan tol Trans Jawa yang terkenal ‘bumpy’ menegaskan hal itu. Meskipun sebetulnya masih dalam batas toleransi. Dari hal ini, kami simpulkan kalau CX-60, bisa Anda gunakan untuk kepentingan keluarga. Tapi kami lebih menyarankan mobil ini dikendalikan sendiri oleh Anda.

Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan karena perjalanan masih panjang. Selasa (17/10) besok, kami akan bawa mobil ini menuju Magelang, tanpa melewati tol. Jalanan berliku harusnya bisa jadi pembuktian soal stabilitas Mazda CX-60 dengan kakinya yang kokoh itu. Plus mencoba sebaik apa kinerjanya di jalanan padat.  Tunggu laporan kami selanjutnya.

Kendali regenerative braking Hyundai Ioniq

Regenerative Braking di Mobil Listrik, Efektifkah?

Belakangan ini, dengan makin banyaknya mobil dengan teknologi elektrifikasi, salah satu istilah yang makin populer adalah regenerative braking. Atau regen braking. Tapi kalau malas, biasanya hanya disebut regen (baca: rijen).

Kemampuan ini, biasanya ada di mobil hybrid biasa, plug-in hybrid atau mobil listrik (EV). Secara umum, regenerative braking adalah kemampuan untuk menyimpan energi kinetik saat kendaraan melakukan deselerasi. Energi tersebut kemudian dikonversi menjadi listrik, yang disimpan di baterai.

Hyundai Ioniq 6

Cara kerja lengkapnya, akan terlalu kompleks dan panjang untuk dibahas. Ini melibatkan motor listrik dan komponen lainnya. Tapi tidak melibatkan gesekan rem. Makanya, kalau Anda lihai dalam mengoperasikan pengereman renegeratif, kanvas rem dan disc bisa awet.

Mencoba Ke Bali

Sebelumnya, kami tidak terlalu memperhatikan kemampuan ini. Yang kami rasakan, mobil melambat lebih cepat tanpa harus menginjak pedal rem. Namun ternyata sistem regenerative braking sekarang, lebih canggih dan efisien. Ini kami buktikan saat mengendarai Hyundai Ioniq 5 (dan Ioniq 6) dari Jakarta ke Nusa Dua, Bali, beberapa hari lalu.

Hyundai membekali Ioniq 5 dengan empat tingkat kekuatan regenerative braking. Plus kemampuan i-Pedal. Apakah siginifikan mengumpulkan energi listri untuk digunakan kembali? Di jalan tol, menurut kami ini hanya untuk ‘menabung’ sedikit demi sedikit supaya jarak tempuh bisa sedikit lebih jauh. Ingat, sedikit lebih jauh. 

Hyundai Ioniq 5

Kami katakan sedikit karena, seberapa banyak Anda melakukan deselerasi dibandingkan menginjak pedal gas, di jalan bebas hambatan (selain tol di Jakarta)? Tapi bagaimanapun, ini fitur yang bermanfaat. Pertama, selain ada tambahan energi listrik, juga seperti dikatakan tadi, menghemat penggunaan rem.

Contohnya, pada Ioniq 5 yang mengaktifkan regenerative braking level empat, rasanya seperti pindah dari gigi empat ke gigi dua di mobil manual. Dan menghasilkan tangkapan energi kinetik yang lebih besar. Untuk yang tidak biasa, ini akan membuat penumpang protes.

Pada Kenyataanya

Untuk itu, kami mengaktifkan pengereman regeneratif level tiga saat melaju di tol, dan tingkat dua di jalanan biasa dari Surabaya-Banyuwangi. Dengan memperhatikan jarak dengan kendaraan di depan, kaki kanan tidak perlu ‘rusuh’ menginjak rem terlalu sering. Kecuali saat darurat tentunya. Kalau sudah emergency, insting langsung menggusur kaki kanan ke pedal rem. Dan itu sah.

Untuk i-Pedal atau umumnya disebut one pedal driving (mengendarai dengan satu pedal), Anda bahkan tidak perlu menginjak rem. Tapi perhatikan juga, pedal gas harus dilepas dengan intuitif. Main asal lepas, mobil benar-benar mengerem dengan cepat.

Regenerative braking untuk overtaking

Satu hal yang kami suka, meskipun regenerative braking tidak terlalu signifikan memberikan energi untuk disimpan, tapi hasil yang disimpan itu, akan bermanfaat untuk manuver. Terutama akselerasi saat mendahului kendaraan lain. Ini kami rasakan saat melaju dari Surabaya ke Banyuwangi. 

Jadi, apakah perlu fitur ini? Jawabannya, kami tidak keberatan. Bagaimanapun, ini membantu menghemat baterai. Plus, kalau Anda sudah lihai, pedal rem tidak perlu sering-sering diinjak.