Hyundai N x Toyota Gazoo Racing Festival

Hyundai N & Toyota Gazoo Racing Kerja Bareng Bikin Festival!

Kalau tadi pagi beritanya soal Toyota dan Subaru kolaborasi lagi membuat EV, sore ini (08/10) kabarnya Toyota dan Hyundai akan tampil bersama di event Hyundai N x Toyota Gazoo Racing Festival, di Korea Selatan.

Keduanya sama sekali bukan ‘teman baik’. Entah itu di pasaran mobil global ataupun di arena balap. Makanya, kolaborasi Hyundai N dan Gazoo Racing ini menimbulkan spekulasi.

Festival akan berlangsung pada 27 Oktober di Everland Speedway, Yong-in, Korea Selatan. Yang pasti pada festival tersebut, pengunjung akan disuguhi mobil-mobil jalan raya Hyundai N maupun Toyota GR. Pengunjung juga bisa melihat Toyota GR Supra, GR86, Elantra N, Ioniq 5 N hingga mobil konsep Toyota AE86 H2 dan GR Corolla H2 yang berbahan bakar hidrogen cair.

Hyundai N x Toyota Gazoo Racing Festival

Bicara hidrogen, Hyundai juga akan menampilkan N Vision 74 yang menenggak H2. Mobil ini rencananya akan segera masuk jalur produksi.

Masih soal mobil hidrogen, Akio Toyoda dan Eusiun Chung, petinggi kedua merek raksasa itu, telah bertatap muka untuk membahas soal potensi mobil hidrogen. Kedua merek ini memang rajin mengedepankan H2 sebagai bahan bakar alternatif. Toyota sudah lebih maju dengan Mirai dan kerjasama bersama BMW. Sementara Hyundai sedang mematangkan program Hyundai Nexo untuk 2025.

Lebih menggelitik lagi, selain pertemuan kedua pembesar itu, Hyundai N x Toyota Gazoo Racing Festival disebut sebagai awal kerjasama antara Hyundai dan Toyota, di Korea Selatan.

Ini sepertinya layak ditunggu dan diantisipasi. Kedua merek ini tidak main-main dalam hal pengembangan teknologi otomotif.

Chairman Toyota, Akio Toyoda

Di Balik Komitmen Toyota Kembangkan Mesin Mobil Konvensional

Saat pabrikan lain mulai menggeser fokus pengembangan ke mobil listrik, Toyota punya pandangan berbeda. Mereka meyakini mesin konvensional masih punya potensi. Dan tetap komitmen untuk membuat mesin Toyota konvensional baru. 

Hal ini dsampaikan oleh Chairman Toyota, Akio Toyoda pada acara Toyota Group Vision Briefing akhir Januari lalu. “Mobil listrik berbasis baterai (BEV) bukan satu-satunya cara untuk mencapai netralitas karbon,” tegas Toyoda. “Kami akan terus membuat mesin konvensional karena (mesin tersebut) juga memainkan peranan penting dalam mencapai netralitas karbon.” Akio juga menegaskan, pihaknya tengah menjalankan pengembangan mesin terbaru.

Komitmen Toyota ini merupakan bagian dari program Multi Pathway yang dijalani pabrikan Jepang tersebut. Dimana mereka mengembangkan berbagai cara untuk menekan emisi. Baik yang keluar dari produknya, atau saat proses produksi. Makanya, mereka akan punya produk mobil listrik, hybrid (HEV atau PHEV), mobil bahan bakar hidrogen hingga yang bermesin pembakaran internal biasa. Pertimbangan ini juga didasari karena tidak semua pasar memiliki kemampuan untuk menyerap kendaraan dengan energi alternatif.

Mobil hidrogen Toyota

Toyoda juga mengatakan, sektor kendaraan komersial yang sangat potensial untuk penggunaan mesin pembakaran internal, dengan bahan bakar hidrogen. Yang ini, Toyota, BMW, Hyundai dan Mazda sedang serius mendalami dan mengembankan.

Assessment yang dilakukan Toyota mengatakan bahwa mobil listrik hanya akan mencapai pangsa pasar sebesar 30 persen. Terlepas dari seberapa maju teknologi yang dimiliki. Agak mengkhawatirkan karena para pemangku keputusan di dunia telah memutuskan melarang penjualan kendaraan dengan pembakaran internal dalam waktu dekat. Contohnya di Eropa yang akan memberlakukan aturan tersebut mulai 2035.

Benar atau tidak prediksi dan komitmen Toyota ini, hanya akan bisa dijawab oleh waktu. Sementara itu, tetap tidak ada salahnya mempertimbangkan punya kendaraan dengan energi alternatif seperti hybrid, plug-in hybrid dan listrik.

Lexus LBX Morizo RR Concept, Akankah Siap Produksi?

Kemunculan Lexus LBX memang masih terbilang baru. Namun mobil terkecil dalam daftar produk lansiran Lexus ini cukup menyita perhatian publik dunia. Pabrikan mobil mewah asal Jepang ini memperkenalkan sebuah konsep modifikasi LBX Morizo RR Concept.

Event pameran otomotif Tokyo Auto Salon yang berlangsung di Makuhari Messe, Prefektur Chiba, Jepang pun dimanfaatkan oleh Lexus untuk menampilkan sisi lain dari LBX tersebut.

Komisaris Utama Toyota Motor Corporation, Akio Toyoda ternyata memegang peranan penting di balik terciptanya LBX Morizo RR Concept. Ya, Morizo adalah nama lain yang digunakan Akio Toyoda di kancah motorsports.

Akio Toyoda banyak menginspirasi terciptanya mobil sport dan high performance di Toyota maupun juga Lexus. Para tenaga ahli dan perancang di Lexus mendapat kebebasan untuk berkreasi agar dapat tercipta karya terbaik untuk LBX.

GR Yaris Ala Lexus

LBX sejatinya adalah Toyota Yaris Cross dengan label Lexus. Mesin 3-silinder 1.5-liter yang diimbuhi motor elektrik hybrid sama seperti Yaris Cross. Output tenaga maksimumnya mencapai 134 hp dengan torsi maksimum 185 Nm. Namun untuk konsep LBX ini basis komponennya diadopsi dari Toyota GR Yaris terbaru.

Mesin bensin 3-silinder turbo 1.6-liter bertenaga 300 hp dengan torsi 400 Nm yang dibopongnya sama seperti pada GR Yaris facelift 2024.

Transmisi automatic Direct Shift 8-speed yang digunakan pun sama. Meskipun sistem penggerak all-wheel drive (AWD) yang digunakan pun sama, namun tak dijelaskan apakah Torsen limited-slip differential dari GR Yaris juga dipasang pada roda depan dan belakang. Hmmm… nampaknya nyaris mustahil jika tak dibekalkan bukan?

Kemasan Eksterior Bergaya Sport

Hanya sebatas racikan menggelora pada sektor performa saja tentu tidaklah lengkap. Sentuhan pada kemasan tampilan jadi penyeimbang.

Meskipun terdapat penambahan gaya sporty pada eksterior, Lexus tak melakukannya secara berlebihan.

Area bemper depan merupakan yang terlihat dengan gaya baru. Grille dibalur warna hitam yang senada dengan baluran warna pada bodi.

Bemper belakang pun tampil dengan desain yang lebih atraktif. Dua pipa exhaust GR Yaris dan sirip diffuser pada bemper belakang membuat bagian buritan Lexus LBX Morizo RR Concept ini kian terlihat garang.

Dari sela bilah velg aluminium 19-inci terlihat kaliper rem berkelir kuning yang nampak kontras.

Untuk area interior tak banyak mengalami sentuhan. Hanya jok sport model bucket dan sejumlah aksesoris.

Mobil konsep terbaru Lexus ini memang begitu memikat dibanding LBX versi standard. Namun belum dapat dipastikan apakah bakal lanjut ke jalur produksi atau tidak.

Dengan respon positif dari para pengunjung di Makuhari Messe dan juga para konsumen, bukan mustahil jika Lexus LBX Morizo RR Concept ini kelak bakal diproduksi. Sama seperti SUV EV Lexus RZ450e F Sport Performance yang berawal dari mobil konsep.

 

Toyota Corolla

Toyota Produksi 300 Juta Unit, Corolla Jadi Yang Paling Dominan

Toyota Motor Corporation mengumumkan pencapaian baru kemarin (06/11/2023). Mereka menyatakan telah memproduksi 300 juta unit mobil sejak mobil pertama mereka, Toyota Model G1 menggelinding keluar pabrik pada tahun 1935. Ini merupakan angka gabungan produksi di pabrik domestik Jepang dan juga global.

Disebutkan dalam rilis yang kami terima, produksi Toyota di Jepang sebanyak 180,52 juta unit. Sedangkan pabrik yang tersebar di beberapa negara menyumbangkan 119,6 juta unit. Angka tersebut dihitung selama 88 tahun, hingga September 2023 lalu. Model yang paling banyak diproduksi? Jawabannya adalah Toyota Corolla. Sedan ini secara akumulatif dibuat sebanyak 53,399 juta di seluruh dunia.

Corolla WRC

“Saya sampaikan rasa terima kasih kepada konsumen ynag telah memilih Toyota di seluruh dunia,” ujar Koji Sato, President Toyota. “Juga kepada mereka yang telah membuat (merakit) mobil Toyota dengan setulus hati, serta kepada para supplier dan dealer yang telah menghantarkan produk Toyota. Juga kepada para stakeholder.”

Koji menambahkan, “Saya yakin, angka 300 juta ini hanya bisa dicapai dengan usaha dari para kolega di semua bagian perusahaan. Mulai dari perencanaan komponen dan produk, produksi, sales hingga service. Bersama juga dengan mereka yang membantu mendukung setiap langkah (kami).” Diakui Sato, tantangan yang telah mereka lewati benar-benar tidak mudah. Gempa bumi besar, Covid-19 dan kelangkaan micro chip adalah sebagian dari contoh pengganjal produksi Toyota. “Setiap kali kami terancam tidak bisa memproduksi, semua bekerjasama untuk memulihkan atau menyesuaikan produksi,” kata mantan bos Lexus ini.

Toyota Camry JDM

Sementara itu, Akio Toyoda yang sekarang menjabat sebagai Chairman tidak menutupi rasa bangganya. “Kiichiro Toyoda pernah mengatakan, membuat mobil adalah sebuah kerjasama. Saya rasa, angka 300 juta ini adalah bukti kerja keras tim setiap hari di Toyota, supplier, dealer dan mereka yang ada sebelum kami.” Akio juga tidak melepaskan penghargaannya kepada para pendiri Toyota yang sudah jatuh bangun membuat nama dan citra Toyota seperti sekarang.

Toyota Celica Bakal Terlahir Kembali?

Menghidupkan kembali label lama legendaris ke dalam format baru telah dilakukan Toyota selama beberapa tahun terakhir. Dimulai dari GT86 yang merupakan reinkarnasi era baru dari AE86. Kemudian disusul sports coupe Supra yang terlahir kembali sebagai GR Supra. Lantas model apa yang bakal muncul selanjutnya? Celica?

Celica Bakal Terlahir Kembali?

Sebuah sinyal kelahiran kembali model Celica muncul dari Akio Toyoda, Chairman of Toyota Motor Corporation. Penyuka balap dan mobil sport ini berkeinginan untuk membangkitkan kembali label Celica. Hanya saja, dengan posisinya yang tak lagi memegang kendali langsung di sektor produksi, ia tak dapat memutuskan hal tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Akio Toyoda dalam sebuah wawancara yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Toyota Times menjelang event Rally Hokkaido pada September 2023 lalu.

Toyota Celica pertama kali muncul pada tahun 1970. Pada tahun 1978 Toyota meluncurkan label ‘Supra’ sebagai varian teratas dari Celica. Hanya saja, duet Celica (dan Celica Supra tentunya) berakhir pada tahun 1986. Selanjutnya Supra menjadi model tersendiri yang terpisah dari Celica.

Generasi ketujuh (T230) yang diproduksi mulai tahun 1999 hingga 2006 menjadi babak akhir dari Toyota Celica.

Kebangkitan kembali label Supra tentu saja membawa harapan bagi para pecinta mobil sport Toyota akan kemungkinan munculnya kembali Celica.

Meskipun demikian, tidak semua anggota dewan petinggi di TMC memandang perlu perihal kembalinya label Celica. Masing-masing memiliki pertimbangan yang berbeda.

“Saya berhasil membangkitkan kembali Crown. Sebagai pabrikan, perlu pembahasan untuk dapat menghasilkan mobil yang jauh lebih baik.” papar Toyoda.

Dari yang dikatakan oleh Akio Toyoda, terbersit bahwa ada kemungkinan untuk membawa kembali Celica ke jalur produksi. Hanya saja prosesnya agak ‘alot’.

Celica Bakal Menjadi Compact Sport Coupe?

Pada event Rally Hokkaido hadir pula Juha Kankkunen, mantan juara rally dunia yang turut mengharumkan nama Celica.

“Kankkunen tersohor dengan julukan Mr. Celica. Ia berhasil jadi juara dunia rally sebanyak empat kali bersama Celica. Menurut Anda, mengapa saya begitu mengandalkan Kankkunen. Jadi, silahkan terka!,” ungkap Toyoda.

Kehadiran jawara rally ‘Mr. Celica’ Kankkunen nampaknya jadi sinyal kuat akan kembalinya Celica seperti halnya Supra. Hanya saja, format barunya akan seperti apa?

Jika dilihat dari historisnya terutama generasi terakhir, rancang bangun Celica menggunakan platform MC yang juga digunakan Corolla.

Sedikit berandai-andai. Seperti halnya Celica generasi terakhir, apakah rancang bangun Celica ‘reborn’ bakal menggunakan basis platform yang sama dengan Corolla (E210) yakni TNGA-C?

GR Supra yang saat ini dipasarkan merupakan mobil sport coupe tulen bermesin 6-silinder 3.0-liter. Sekelas dengan sport coupe Nissan Z.

Sementara untuk mobil sport segmen compact seperti Mazda MX-5, Toyota tak memiliki modelnya.

Jika benar bakal diproduksi, apakah Celica bakal diposisikan sebagai mobil sport coupe (atau roadster) untuk mengisi segmen compact car?

Jika prediksi ini terwujud, mungkin yang paling pas diadopsi untuk Celica dari platform compact TNGA-C adalah GR Corolla.

Spek mesin 3-silinder 1.6-liter turbo (G16E-GTS) beroutput 300 hp dengan transmisi manual 6-speed. Sistem penggerak AWD GR-Four tentunya bakal memperkuat karakter mobil sport pada Celica.

Atau bahkan Celica bakal terlahir kembali dalam versi mobil rally seperti halnya Celica GT-Four besutan Juha Kankkunen? Sangat mungkin.

Platform rancang bangun sudah tersedia. Toyota dan Gazoo Racing tinggal merancang desain body dan interior untuk Celica. Hmmm… GR Celica?

Bagaimana menurut anda? Cukup masuk akal bukan? Toh, tak ada salahnya untuk berharap. Seperti halnya Akio Toyoda yang ingin agar Celica dapat bangkit kembali seperti Supra. Tentu saja tidak dalam waktu dekat.

Mesin LS9

Penghapusan Kendaraan Bermesin Konvensional Uni Eropa Dijegal Jerman

Judulnya agak lain, tapi itulah yang terjadi. Kalau Anda ingat, Uni Eropa akan melarang penjualan kendaraan dengan bahan bakar fosil mulai 2035 nanti. Salah satu pendukung kuat kebijakan tersebut adalah Jerman. Tapi sejak akhir Februari lalu keadaannya berubah.

Bagaikan petir di siang bolong, parlemen Uni Eropa tidak menyangka Jerman akan merubah pandangannya soal pelarangan kendaraan bermesin konvensional berbahan bakar fosil. Kini, pemungutan suara untuk pengesahan kebijakan tersebut dipastikan terhambat.

e-fuel

 

Pemerintah Jerman menuntut agar mobil bermesin konvensional, tapi menggunakan bahan bakar minyak sintetis atau yang lebih dikenal sebagai e-Fuel, dikecualikan dalam aturan larangan tadi.

Untuk informasi, BBM sintetis adalah bahan bakar cair buatan manusia. Diproduksi menggunakan listrik untuk menggabungkan hidrogen yang diekstraksi dari air/limbah bio dengan CO2 yang ditangkap. Hasilnya bahan bakar cair berenergi tinggi. Saat diproduksi dengan proses netral karbon, bahan bakar sintetis juga dikenal sebagai e-fuel.

Tidak Akan Bersih Semalam Saja

Kembali ke soal sikap pemerintah Jerman, pertimbangan mereka untuk banting setir tadi adalah karena mobil berbahan bakar fosil terakhir dijual 2035. Mobil-mobil itu masih akan beredar paling tidak selama 15 tahun. Jadi baru 2050 negara tersebut benar-benar bebas polusi.

Menteri transportasi Jerman Volker Wissing mengkritik seruan Komisi Uni Eropa untuk perlindungan iklim yang ketat sekaligus membuatnya lebih sulit untuk mencapai target tersebut tanpa solusi alternatif seperti bahan bakar ramah lingkungan.

Knalpot Aston Martin

“Bahkan setelah 2035, armada kendaraan Eropa tidak akan sepenuhnya bertenaga listrik dalam semalam,” kata Wissing. Ia juga secara retoris menanyakan manfaat pengurangan karbon dunia nyata bahkan jika itu meningkatkan penjualan EV.

“Dengan keterbukaan terhadap teknologi, kami ingin agar berbagai jalur menuju mobilitas yang ramah lingkungan tetap terbuka dan mengandalkan kompetisi antar teknologi terbaik,” tambahnya.

Atau dengan kata lain, jangan terlalu mengandalkan energi listrik untuk menggerakkan mobil. Energi alternatif seperti e-fuel juga bisa dipertimbangkan.

Toyota Menang

Dikutip dari WAPCar, inilah yang dilakukan oleh Presiden Toyota (sekarang Chairman) Akio Toyoda saat turun balapan ketahanan di Buriram, Thailand beberapa waktu yang lalu. Di balapan itu ia punya misi untuk memperkenalkan bahan bakar cair alternatif. Toyota memang rajin menggali apa yang bisa dijadikan sumber energi alternatif, selain listrik.

Di Thailand itu, Akio Toyoda mengatakan kepada media bahwa perusahaan mobil lain pada akhirnya setuju bahwa pendekatan Toyota adalah yang benar. Tetapi karena tekanan, jadi ragu untuk mengatakan kebenaran.

Akio Toyoda GR

“Orang-orang yang terlibat dalam industri otomotif mayoritas diam,” katanya. “Yang diam itu bertanya-tanya apakah alternatifnya hanya EV? Tapi mereka pikir itu tren sehingga mereka tidak bisa berbicara dengan lantang,” ujar Master Test Driver Toyota ini.

Dan sekarang, terbukti. Jerman yang tadinya setuju untuk melarang peredaran mobil konvensional pada 2035 di Eropa, akhirnya berpikir ulang.

Apakah karena tekanan industri otomotif di negara itu? Tidak juga. Contohnya Audi. Mereka memastikan 2033 tidak akan membuat lagi mobil bermesin konvensional. Tapi Porsche, sedang giat membuat e-fuel sebagai bahan bakar alternatif sahabat lingkungan. 

Yang pasti, netralitas karbon adalah sebuah keharusan kalau Anda ingin anak cucu nanti hidup di planet ini. Apapun caranya.

Lexus LFA

Lexus LFA: Gagal di Pasaran Lalu Jadi Legenda

Toyota, pabrikan mobil yang selalu ‘main aman’. Produknya selalu dianggap bisa diandalkan, jarang rusak, harganya relatif terjangkau. Makanya laku. Tahun 1967, mereka keluar dari zona nyaman dan sukses, dengan melahirkan Toyota 2000GT. Kemudian, puluhan tahun ‘adem lagi’, sebelum mereka melahirkan Lexus LFA. 

Toyota 2000GT

Lexus LFA, supercar Jepang yang lahir dari pengembangan yang terlalu lama, sehingga saat muncul, mobilnya tidak banyak dibeli. Jadi mobil gagal? Justru tidak. LFA adalah bukti kalau Toyota (dan Lexus) mau bikin sesuatu yang beda, mereka bikin beda.

Untuk memahami latar belakang keterlambatan Lexus LFA, ada pengaruh budaya Jepang berjudul Kaizen. Intinya, ini adalah budaya untuk terus maju. Terus menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Kaizen tertanam betul di dalam budaya kerja Toyota. Kalau bisa bikin sesuatu jadi lebih baik, kerjakan.

Filosofi Kaizen itu pula yang membuat pabrikan Jepang ini mampu membuat mobil yang sukses. Produk mereka banyak yang pakai. Meskipun kadang mobilnya membosankan dan biasa saja.

Diawali Di Kedai Minuman

Kisah LFA dimulai saat menjelang akhir era 1990-an, dua pegawai Toyota pulang kerja. Dan seperti biasa, mampir dulu ke kedai minuman untuk ‘melepas stres’. Mereka adalah Haruhiko Tanahashi dan atasannya, Tetsuo Hattori. Tanahashi adalah engineer jempolan yang bertanggung jawab membangun Mark II, Celica dan Crown. Hattori yang juga insinyur hebat, bertanggung jawab mengawasi kinerja engineer di bawahnya. Termasuk Tanahashi.

Haruhiko Tanahashi via Wikipedia

Haruhiko Tanahashi

Setelah sedikit basa-basi, Haruhiko kemudian mencurahkan isi hatinya. Ia bercita-cita untuk membangun sebuah mobil hebat. Mobil yang akan membanggakan bagi negaranya. Mobil yang kelak akan punya status legendaris.

Karena tidak mengharapkan apa-apa, Haruhiko kemudian diam saja. Tapi atasannya itu punya pikiran lain. Kurang lebih satu bulan kemudian, Tanahashi yang ingin segera mengerjakan idenya, diperintahkan untuk mengepalai sebuah proyek rahasia bernama P280. Misinya adalah membuat sportscar untuk menggantikan Toyota Supra.

Dimentahkan Begitu Saja

Di lintasan pengujian Toyota di Hokkaido, ia bersama timnya mengumpulkan Honda NSX dan Nissan 300ZX  untuk menganalisa, apa sih hebatnya kedua mobil ini? Dan apa yang bisa ditingkatkan oleh Toyota.

Usai penelitian, salah satu atasannya mementahkan semua yang ia presentasikan. “Sudahlah, buat saja sportscar yang lebih mumpuni. Lebih dewasa. Sesuatu yang menarik perhatian di showroom dan suatu saat bisa dipajang dengan bangga di museum.” Dan ini untuk mengusung logo Lexus.

LFA Chassis via Wikipedia

Tanahashi terhenyak. Kalau begitu, ini mobil tidak bisa sembarangan. Dalam bayangannya, harus bisa setara Ferrari F40. Harus punya top speed 320 km/jam. Mesinnya tidak bisa cuma V6, paling tidak V10. Ini bakal jadi supercar pertama Toyota dan Lexus. Dana pengembangan pasti tidak sedikit.

Didukung penuh oleh petinggi Toyota, Tanahashi mulai membentuk tim. Mobil yang jadi acuan bukan lagi Honda NSX, tapi McLaren F1. Tapi pria ini juga sadar, kemampuannya membangun mobil belum sehebat Gordon Murray. Untuk itu, ia minta bantuan mantan pembalap dan salah satu legenda Toyota, Hiromu Naruse.

Tidak Bisa Dibantah

Kalau Anda tidak tahu, Hiromu Naruse bergelar Master Test Driver di Toyota. Pengaruh bapak ini begitu besar dalam mengembangkan produk, sehingga kami yakin, kalau tidak ada beliau, Toyota Supra, Celica, Land Cruiser, Crown, Century atau produk Lexus tidak akan tercatat di buku sejarah otomotif dunia.

Ia juga satu-satunya orang yang berani menegur keras mantan Presiden Toyota, Akio Toyoda. Karena Akio tidak paham bagaimana menguji mobil. Tanpa makian itu, Toyoda mungkin tidak akan bisa ikut balapan dan mengembangkan produk macam GR Yaris atau GR Corolla. Ya, sehebat itu reputasi Naruse, sehingga tidak ada yang berani membantah.

Naruse

Tentu, saat ditawari untuk ikut mengembangkan embrio LFA, Naruse tidak pikir panjang. Ini bisa jadi mobil macam 2000GT yang melesatkan nama Toyota di panggung dunia.

Keduanya lalu membuat poin-poin penting yang harus ada di mobil baru ini. Mulai dari bobot, performa hingga bentuk jok dan setir. Masalahnya, poin-poin yang mereka tulis, jadi tidak seperti membuat mobil Toyota. Ini seperti membuat McLaren F1.

Prediksi Para Akuntan

Karena dana yang diperlukan juga tidak main-main, otomatis para akuntan Toyota ikut memelototi proyek ini. Bahkan berusaha untuk menggagalkan. Untungnya, tim LFA punya sekutu kuat. Namanya Akio Toyoda, yang waktu itu masih menjabat BOD untuk mengurus operasional Toyota di China.

Akio toyoda

Ia adalah salah satu pendukung kuat proyek LFA. Bahkan Akio mendorong Tanahashi dan Naruse agar membuat mobil yang benar-benar unik, untuk Lexus. Dan karena Lexus lebih banyak dijual di pasar luar Jepang, rakyat setempat tidak familiar dengan merek tersebut.

Ini yang mendorong Akio untuk menjadikan LFA sebagai gebrakan di tanah airnya. Saat itu, para akuntan pasti sudah membayangkan seberapa besar kerugiannya. Dan mereka tidak salah.

Dirasuki Kaizen

Tahun 2005, dunia terpana dengan hadirnya mobil konsep LF-A dari Jepang. Ingat LF-A, belum jadi LFA. Mengejutkan, Toyota telah menciptakan calon supercar dengan segala terobosan, termasuk penggunaan alumunium di seluruh body.

Hari itu, Toyota mempersembahkan sesuatu yang sudah lama tidak keluar dari pabrik mereka. Sebuah produk yang menggugah, bukan Toyota yang biasa digunakan untuk mengantar anak ke sekolah.

Lexus LF-A Concept Car

Filosofi Kaizen lantas merasuki. Toyota melihat LF-A ini masih bisa dikembangkan lebih baik. Salah satu yang penting adalah penggunaan carbon fiber di berbagai tempat. Termasuk untuk monokoknya. Yamaha yang mengembangkan mesin, melakukan tuning agar suara bisa lebih indah didengar. Bahkan sampai ‘berani’ meminta untuk mendesain ulang kabin.

Bicara carbon fiber, Toyota tidak punya pengalaman saat itu. Makanya saat mobil konsepnya muncul, terbuat dari bahan yang mayoritas alumunium. Tanahashi kemudian didorong untuk menggunakan carbon fiber. Pabrikan lain perlu sepuluh tahun untuk paham membuat dan menggunakan material ringan juga kuat ini. Tanahashi cs hanya perlu satu tahun. Bukan main.

Dibawa Balapan Dulu

Lexus LFA Nurburgring race

Akio Toyoda tidak mau asal menjual mobil baru. Ia mengujinya dulu, langsung di ajang balapan ketahanan di Nurburgring. Apakah boleh petinggi Toyota ikut balapan? Tentu tidak. Toyoda rela menyamar dengan nama Morizo dan sukses. Sekuat itu keyakinannya akan LFA. Untung mobilnya juga berhasil juara di kelasnya dan mampu bertarung di lintasan.

Lima tahun kemudian atau sepuluh tahun sejak proyek ini dimulai, tahun 2010 Lexus LFA lahir. Ya, selama itu pengembangannya. Mobil indah ini muncul dengan mesin 1LR-GUE yang seperti dikatakan tadi, digarap bersama dengan Yamaha. Konfigurasi V10, tapi dimensinya sebesar  V8 dan lebih ringan dari V6. Menghasilkan 563 hp, dengan teriakannya yang menggugah siapapun yang mendengar.

Lexus LFA mesin

Setiap unit dibuat menggunakan tangan manusia. Di balik kulitnya ada filosofi Kaizen yang benar-benar melekat. Segalanya dibuat dengan sempurna dan berfungsi untuk mendukung mobil memberikan kepuasan. Bahkan spion samping pun sampai didesain untuk mendukung aerodinamika, sebagai alat untuk mengalirkan angin ke saluran udara di sepatbor belakang.

Masalahnya, Lexus LFA terlambat muncul ke pasar supercar. Saat mobil yang penuh terobosan ini hadir, dunia sudah mulai terbiasa dengan apa yang ada di balik body LFA. Dianggap tidak ada yang istimewa.

Harganya mahal pula, US $300.000. Siapa yang mau beli Toyota harga segitu? Meskipun logonya Lexus. Ditambah lagi dua tahun sebelumnya hadir Nissan GT-R terbaru yang tidak kalah fenomenal dan lebih murah.

Lexus LFA

Lexus LFA tidak berkutik. Meski hanya dibuat 500 unit, tapi mereka kesulitan menjual mobil keren ini. Perlu dua tahun untuk menghabiskan stok yang jumlahnya terbatas.

Pendorong Untuk Toyota

Tapi apakah Toyoda, Tanahashi dan Naruse kecewa? Sama sekali tidak. Mereka telah membuktikan Toyota dan Lexus mampu membuat sesuatu yang fenomenal. Ketiga orang ini sukses mendorong Toyota untuk keluar dari pandangan awam kalau Toyota adalah pembuat mobil keluarga yang biasa saja. Pembuat mobil yang pernah punya mobil hebat dan lupa cara bikinnya lagi.

Usaha Toyota tidak main-main dalam membuatnya. Bahkan sampai harus kehilangan Master Test Driver Naruse yang meninggal dunia saat menguji LFA di jalanan Jerman.

Kini, usaha untuk membuat LFA telah memberikan jalan untuk kehadiran Gazoo Racing (GR). Membuat mobil dengan bahan carbon fiber, membangun mobil berperforma tinggi dengan hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya. Contohnya mobil dengan mesin tiga silinder terkuat di dunia, GR Yaris.

Tanpa ada GR, Anda mungkin masih disodori body kit fiber glass berlogo TRD Sportivo yang begitu-begitu saja.  Lexus LFA juga membukakan pintu agar Toyota dan Lexus mau untuk bercita-cita lebih tinggi. Persis seperti apa yang dilakukan oleh 2000GT. Terlepas dari apakah mobilnya akan laku atau tidak.

Lexus LFA & toyota 2000GT

Toh terbukti, LFA kini menyandang gelar supercar legendaris. Sekarang, satu dekade setelah LFA terakhir keluar dari pabrik, dunia masih menanti kejutan lain dari Toyota.

Disarikan dari berbagai sumber

Shoichiro Toyoda_1

Shoichiro Toyoda Berpulang di Usia 97 Tahun

Shoichiro Toyoda, Honorary Chairman dari Toyota Motor Corporation, yang juga ayah dari Akio Toyoda, wafat pada hari ini (14/02). Beliau dikabarkan berpulang akibat gagal fungsi jantung di usianya yang sudah 97 tahun. Shoichiro merupakan generasi ketiga dari keluarga Toyoda yang menjalankan bisnis selama bertahun-tahun.

Dikenal sebagai sosok gigih dan sukses menerapkan manajemen kontrol kualitas terhadap setiap pekerjaan maupun produk yang dihasilkan, hal tersebut tentu mampu mengantar nama Toyota menjadi salah satu perusahaan otomotif raksasa di dunia. Shoichiro juga menjadi orang yang sukses mendorong Toyota dalam berevolusi dari perusahaan mesin tenun menjadi pabrik kendaraan.  

Shoichiro Toyoda yang lahir pada tanggal 27 Februari 1925 ini merupakan cucu dari Sakichi Toyoda (pendiri perusahaan Toyota) dan anak dari Kiichiro Toyoda (pendiri Toyota Motor Corporation). Dirinya bergabung di perusahaan ini pada usia 27 tahun. Karirnya pun melesat dari tahun ke tahun, hingga menjabat sebagai Managing Director di tahun 1961. Pria berkacamata ini dikenal sebagai sosok yang amat mengedepankan kualitas produk.

Dirinya lantas menjabat Executive Vice President di tahun 1972 dan menjadi President of Sales Organization pada tahun 1981. Seiring dengan penyatuan Production Organization dan Sales Organization pada tahun 1982, ia lalu memimpin Toyota Motor Corporation. Sejak tahun 1992 hingga 1999, Shoichiro Toyoda bertugas sebagai Chairman of The Board.

Selanjutnya, ia menjadi Honorary Chairman sejak tahun 1999 dan memiliki peran besar dalam upaya Toyota ketika mengembangkan kota masa depan yang terintegrasi dengan pemukiman serta kendaraan listrik. Tak hanya sampai di situ, Shoichiro Toyoda juga dilantik untuk masuk ke jajaran sosok penting dalam dunia otomotif global, pada Automotive Hall of Fame, Amerika Serikat, di tahun 2007.

Akio toyoda

Akio Toyoda Lepas Jabatan Sebagai CEO Toyota

Berita mengejutkan hadir dari Toyota. Akio Toyoda dikabarkan melepas jabatan sebagai President dan Chief Executive Officer pada 1 April 2023 nanti. Posisinya akan digantikan oleh Koji Sato yang saat ini menjabat sebagai Chief Branding Officer.

Koji Sato telah memimpin Lexus sejak tahun 2020. Alasan adanya perubahan jajaran eksekutif Toyota ini berdasarkan diperlukannya tim baru yang dipimpin oleh sosok lebih muda. Dan dirasa mampu menghadapi tantangan di masa depan.

Akio Toyoda akan menggantikan Takeshi Uchiyamada dalam posisi Chairman. “Saya akan selalu menjadi pembuat mobil. Saya rasa bahwa saya mampu membawa Toyota menuju sejumlah pencapaian dan perubahan. Namun, saya tidak bisa berbuat lebih lagi. Inilah keterbatasan saya,” jelas Akio Toyoda.

Ia mengungkapkan bahwa Koji Sato ialah sosok pria yang menyukai mobil dan mampu mengerahkan timnya untuk terus membangun dan memperkuat kelangsungan bisnis Toyota. “Tim baru nanti akan melakukan banyak hal yang kemungkinan tidak dapat saya lakukan selama ini. Karena generasi penerus akan menciptakan hal baru di masa depan,” imbuhnya.

Akio Toyoda GR

 

Buka babak baru

Akio Toyoda menganggap bahwa dirinya merupakan sosok yang ‘jadul’, sehingga ia merasa bahwa dengan mengambil posisi Chairman akan membuka babak baru bagi Toyota dalam menghadapi tren digitalisasi, elektrifikasi, serta konektivitas. “Misi yang akan diemban oleh tim yang dipimpin Koji Sato sebagai President ialah bagaimana membawa Toyota sebagai perusahaan mobilitas,” kata cucu dari Kiichiro Toyoda itu.

Sekilas tentang Koji Sato, pria ini bergabung di Toyota pada tahun 1992 setelah menyelesaikan studinya di Universitas Waseda. Karirnya melesat pada tahun 2020, saat ditunjuk sebagai President Lexus International dan satu tahun kemudian menjabat sebagai Chief Branding Officer di Toyota.

Sedangkan Akio Toyoda yang kini berusia 66 tahun ini, sudah memimpin Toyota selama nyaris 14 tahun. Setelah menjadi President pada bulan Juni 2009, pria ini telah sukses membawa Toyota dalam menjalin kemitraan strategis dengan sejumlah pabrikan otomotif lain. Sejak tahun 2017, Toyota memiliki hubungan dengan Mazda, Subaru, BMW dan Suzuki melalui aliansi bisnis yang erat.

Toyota Siapkan Langkah Pengembangan Energi Hidrogen

Seri balap ketahanan 25 jam usai berlangsung di Thailand pada 17 dan 18 Desember 2022. Mr. Akio Toyoda, President & CEO of Toyota Motor Corporation sekaligus pendiri serta pemilik tim ROOKIE Racing, ikut turun balap dengan nama ‘Morizo’ dengan Corolla bertenaga hidrogen milik Toyota.

Mr. Hao Quoc Tien, CEO of Asia Region, dan eksekutif senior lainnya dari Toyota, turut bergabung dengan Mr. Toyoda selama program 2 hari tersebut. Ini adalah pertama kalinya teknologi ini digunakan dalam balapan di luar Jepang. Namun, hal ini juga merupakan kesempatan Toyota untuk menjadi pendekatan jalur agar mempercepat aksi menuju Netralitas Karbon.

ROOKIE Racing_1

Ragam teknologi bersih, termasuk Hybrid Electric Vehicles (HEV), Plug-in Hybrid Vehicles (PHEV), Battery Electric Vehicles (BEV) dan Fuel Cell Electric Vehicles (FCEV) telah diusung Toyota. Nah, kini saatnya Toyota mulai menampilkan kendaraan mesin pembakaran internal bertenaga Hidrogen (HiCEV) dengan teknologi Toyota untuk mencapai komitmen global Netralitas Karbon pada tahun 2050.

Toyota percaya bahwa ‘carbon is the enemy’, dan pendekatan berbagai jalur ini memungkinkan dekarbonisasi untuk segera dimulai, tanpa menunggu kematangan semua pendukung seperti infrastruktur dan keterjangkauan, dan karenanya dapat ditingkatkan melalui aksesibilitas.

Toyota telah dengan hati-hati mempertimbangkan cara terbaik untuk beralih ke elektrifikasi massal dan dapat diakses di setiap pasar, melalui pendekatan ‘3 Lensa’ yang memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan baik faktor-faktor pendukung untuk mempercepat netralitas karbon dan elektrifikasi. Ini adalah 1) Pengurangan Emisi, melalui well to wheel dan lifecycle actions, 2) Dampak Ekonomi, termasuk untuk pelanggan, pemerintah dan industri, dan yang paling penting 3) Penerimaan Pelanggan.

Secara khusus, untuk Pengurangan Emisi, pertimbangannya adalah untuk mengevaluasi total emisi, termasuk pembangkit listrik tailpipe (tank-to-wheel) (well-to-tank; misalnya bahan bakar, listrik, dll.) dan siklus hidup emisi (dari manufaktur dan kehidupan-penggunaan waktu)

Mengaktifkan adopsi massal kendaraan listrik (xEV) juga membutuhkan Pemberdaya Dampak Ekonomi. xEV biasanya lebih mahal karena biaya baterai, dan teknologi canggih lainnya. Sedangkan, BEV dan PHEV juga membutuhkan infrastruktur pengisian daya, di mana diperlukan investasi dan insentif. Insentif dan subsidi pemerintah diperlukan untuk mempercepat adopsi xEV dan peluncuran infrastruktur, sekaligus menyeimbangkan transisi di seluruh rantai pasok dan industri pendukung.

Terakhir, dan mungkin yang paling penting, adopsi massal opsi mobilitas bersih bergantung pada Penerimaan Pelanggan. Toyota juga ingin menyediakan layanan yang bersih dan hijau “Mobility for All” dan sejalan dengan Sustainable Development Goal of ‘Leave No One Behind’. Dalam kondisi ini, ada kebutuhan untuk memenuhi harapan pelanggan terhadap elektrifikasi, termasuk kemudahan dan aksesibilitas ke infrastruktur, harga, keamanan, jangkauan, dan waktu pengisian.

Selama balapan di Thailand, Toyota menekankan bahwa pasar yang beragam membutuhkan pilihan yang beragam, agar dapat mencapai netralitas karbon dan mobility for all at speed and scale.

HiCEV, meskipun masih dalam tahap awal pengembangan dan penggunaannya, namun energi ini merupakan upaya lain dalam menciptakan planet yang lebih bersih dan lebih hijau.

Toyota Thailand 60 tahun

60 Tahun Toyota Thailand, Hadirkan Hilux BEV dan Konsep Pickup Multifungsi

Kejutan datang dari Toyota Thailand yang sedang merayakan ulang tahun ke-60 kehadiran mereka di kerajaan itu. Toyota menampilkan dua mobil konsep yang menarik. Toyota Hilux Revo BEV dan Toyota IMV O. Diperkenalkan langsung oleh Akio Toyoda, Presiden Toyota.

Tidak perlu heran kenapa bentuk kejutannya harus mobil pickup. Lebih dari setengah populasi mobil di Thailand adalah pickup. Entah double cabin, extended cabin atau single cabin.

Toyota Hilux BEV

Hilux Revo BEV adalah mobil konsep yang mengedepankan penggunaan penggerak listrik. Tidak banyak yang dijabarkan oleh Toyota. Basisnya ya Hilux. Dari luar tampak dibekali moncong tanpa grill, yang mengingatkan kami pada Innova EV Concept beberapa waktu lalu. Tapi mobil kedua yang lebih menarik.

Toyota IMV O

Toyota IMV O adalah konsep mobil pickup berbasis IMV. Platform tersebut, saat ini, digunakan oleh Toyota Fortuner dan Hilux. Tadinya Innova juga pakai, sebelum pindah ke TNGA. Yang dikedepankan adalah, bagaimana IMV O bisa jadi mobil komersial serbaguna.

“Ini bagaikan kertas kosong yang kami berikan untuk konsumen. Silahkan dijadikan apa saja,” kata Akio Toyoda. “Kami membuat mobil yang siap untuk dipersonalisasi (sesuai kebutuhan).” Dari bentuknya, memang sepertinya mudah untuk bongkar pasang. Bagian depan mulai dari kap mesin hingga bemper mudah untuk dilepas.

Toyoda menambahkan kalau tujuan utama IMV O mobil yang harganya terjangkau oleh konsumen. Mobil modular yang bisa difungsikan sesuai kebutuhan dan menghasilkan uang. “Ini yang kami harapkan. Menjadikan mobil ini sebagai kendaraan yang disukai oleh seluruh negeri,” tegasnya.

IMV O

Dari presentasi yang diperlihatkan, Toyota IMV O sepertinya memang mudah untuk diganti-ganti formatnya. Mulai dari kendaraan towing, mobil box, moko (mobil toko), pickup biasa bahkan untuk dijadikan mobil balap juga bisa.

Menurut media setempat, meski detail spesifikasi masih belum disediakan, tapi kedua mobil ini diperkirakan siap untuk masuk pasar Thailand mulai tahun 2023.

Sumber foto: Headlightmag

ROOKIE Racing_1

ROOKIE Racing dan Toyota Ikut Balap Ketahanan di Thailand

ROOKIE Racing Co., Ltd. dan Toyota Motor Corporation mengumumkan partisipasi mereka di IDEMITSU 1500 SUPER ENDURANCE 2022 (Thailand 25H Endurance Race) di Chang International Circuit di Thailand dari 17 hingga 18 Desember 2022 mendatang. Mereka akan balapan dengan mobil konsep ORC ROOKIE GR Corolla H2, kendaraan bermesin hidrogen, dan mobil konsep ORC ROOKIE GR86 CNF, kendaraan berbahan bakar karbon netral.

Partisipasi kali ini tidak akan mengikuti balapan selama 25 jam penuh, namun hanya di beberapa jam awal dan akhir balapan. Ini akan menjadi pertama kalinya kedua kendaraan tersebut bersaing dalam balapan di luar Jepang. Selain itu, salah satu kendaraan Toyota Gazoo Racing Team Thailand akan menggunakan bahan bakar karbon netral.

Dimulai dengan partisipasi di Thailand 25H Endurance Race, ROOKIE Racing dan Toyota akan terus berupaya meningkatkan dan mempercepat pengembangan teknologi karbon netral di Asia melalui motorsport. ROOKIE Racing dan Toyota berpartisipasi dalam seri Super Taikyu di Jepang pada pertengahan musim 2021.

Dengan Corolla yang bertenaga hidrogen, dan mempercepat upaya untuk memproduksi, memperkenalkan, dan menggunakan hidrogen, selaras dengan visi-misi para mitra di dalam dan di luar industri yang bertujuan membantu masyarakat untuk mencapai netralitas karbon yang sesungguhnya.

Mulai musim 2022, selain mesin hidrogen Corolla, ROOKIE Racing dan Toyota juga menggunakan bahan bakar sintetis GR86 dan terus menghadapi tantangan untuk memperluas opsi energi bersih, termasuk melalui penggunaan mesin pembakaran internal. Akio Toyoda, Presiden Toyota Motor Corporation, yang juga merupakan pendiri dan pemilik tim dari ROOKIE Racing, berpartisipasi dengan nama pembalap Morizo.

Selama putaran kesembilan World Rally Championship (WRC) di Ypres pada bulan Agustus dan putaran ke-13 WRC di Jepang pada bulan November, ROOKIE Racing dan Toyota melakukan uji coba kendaraan bermesin hidrogen GR Yaris H2 yang sedang dalam pengembangan.

Langkah tersebut bertujuan untuk menunjukkan potensi hidrogen sebagai opsi yang layak untuk mencapai netralitas karbon dalam kondisi reli yang panjang. Morizo juga mengemudikan kendaraan tersebut untuk memberikan penilaian dari segi keselamatan dan kinerja.

Sejak sirkuit dibuka pada tahun 2014, Toyota Motor Thailand Co., Ltd. telah menjadi sponsor utama, dan mempromosikan perkembangan motorsport di Thailand dengan mengadakan one-make race di Chang International Circuit. ROOKIE Racing memenangkan IDEMITSU 600 SUPER ENDURANCE 2019 selama 10 jam, partisipasi pertamanya dalam balapan yang diadakan di sirkuit internasional utama di Thailand itu.

Tahun ini, entri pertama dari ROOKIE Racing dan Toyota dalam tiga tahun, mobil-mobil tersebut akan diuji di kondisi yang berbeda dari Jepang, untuk mempercepat upaya perluasan opsi teknologi dalam menciptakan masyarakat yang karbon netral di seluruh dunia. Partisipasi ROOKIE Racing dan Toyota dalam balapan Buriram, menampilkan teknologi baru mesin hidrogen dan kendaraan berbahan bakar sintetik di wilayah tersebut. Hal ini memperkuat komitmen Toyota untuk lebih memperluas dan mempercepat pengembangan opsi mobilitas netral karbon ke Asia, melalui motorsport.

Hino Dutro 300

Hino Tersandung Skandal Emisi, Toyota Marah Besar

Hino dikabarkan membohongi pemerintah Jepang soal emisi gas buang. Toyota ikut kena imbasnya. 

Kementerian transportasi Jepang menemukan kelalaian pada pelaporan emisi gas buang produk Hino. Pabrikan truk ini diduga memalsukan laporan kualitas emisi gas buang pada truk mereka. Dan skandal emisi Hino ini telah berlangsung sejak 2003.

Awalnya, permulaan tahun ini pemerintah Jepang menemukan kejanggalan pada pelaporan sertifikasi emisi gas buang truk Hino. Temuan tersebut hanya menyasar kendaraan besar. Dan mereka mengakui kesalahannya di bulan Maret lalu.

Tapi hari ini (22/08/2022) diberitakan oleh Reuters, ternyata skandal emisi Hino tersebut juga mengenai deretan truk kecil, Dutro. Total ada 76.000 unit Dutro di Jepang yang tekena. Mulai dari tahun pembuatan 2019.

Akio Toyoda Meradang

Apesnya, Toyota juga kena imbas. Ini karena Dyna, truk kecil Toyota berbagi mesin dan komponen dengan Hino Dutro. Ini adalah salah satu program kembar toyota. Seperti Avanza dan Daihatsu Xenia. Sekali lagi, ini versi yang dijual di Jepang.

Otomatis, Akio Toyoda, Presiden Toyota menyatakan secara terang-terangan kekecewaan terhadap anak perusahaannya itu. “Sebagai induk perusahaan sekaligus pemegang saham (terbesar) Hino Motors Ltd, kami merasa sangat kecewa Hino sekali lagi mengkhianati kepercayaan dan pengharapan pemegang sahamnya, dengan terus melakukan hal yang tidak patut dalam hal sertifikasi mesin,” kata Toyoda dalam pernyataan resmi yang dikirimkan kepada kami.

Lebih lanjut, Master Test Driver Toyota ini juga menegaskan, “Berdasarkan situasi tersebut, Hino sekarang berada dalam posisi apakah mereka masih layak untuk mendapatkan kepercayaan para pemegang saham. Kami akan lihat dengan seksama apakah Hino bisa lahir kembali sebagai perusahaan yang layak dipercaya.” Pedas sekali.

Wajar saja Toyoda dan jajarannya kecewa. Gara-gara Dyna kena efek skandal emisi, mereka harus menahan proses delivery untuk konsumen. Ungkapan minta maaf pun dirilis resmi oleh Toyota untuk para pembeli Dyna.

Lantas, apa kata Hino? Mereka menyalahkan kultur manajemennya sendiri. Dikatakan, mereka hanya memikirkan angka tanpa mau melihat proses. Alhasil, pekerjanya terlalu ditekan untuk mencapai jadwal dan target-target yang bersifat numerik yang sudah ditentukan.

Sementara dari sisi bisnis, Satoshi Ogiso, Presiden Hino, mengatakan masih menelaah efeknya terhadap pendapatan bisnis. Sembari mengatakan kalau produknya tidak ada yang melewati ambang batas regulasi emisi di Jepang.